Pohon Asam Berusia Ratusan Tahun di Komplek Makam Mbah Karimah Tumbang

Pohon Asam Berusia Ratusan Tahun di Komplek Makam Mbah Karimah Tumbang

Surabaya, memorandum.co.id - Diduga karena faktor usia dan kontur tanah yang mulai tidak rata, pohon asam atau asem yang tumbuh di wilayah pusara Mbah Karimah Wiroseroyo tumbang setelah diguyur hujan deras. "Tumbangnya Selasa sore setelah salat Asar. Hujan reda pohon secara perlahan ambruk ke selatan, tidak sampai mengenai makam," terang Moch. Zaenal Arifin selaku juru kunci makam Mbah Karimah, Kamis (04/02/2021). Beruntung ambruknya pohon berdiameter cukup besar tersebut tak sampai merenggut korban jiwa. Hanya bangunan yang biasa digunakan oleh warga untuk mengaji, keseluruhan atap dan sebagian temboknya hancur. "Anak-anak mengajinya setelah maghrib, sehingga bangunan itu kebetulan posisinya kosong," ujarnya. Lebih jauh Zaenal mengatakan, sebelum tumbang, pohon asem berusia ratusan tahun tersebut kondisinya memang sudah miring. Bahkan selain miring, kontur tanah alas pohon juga terlihat tidak rata. "Tanda-tanda mau roboh itu sudah terlihat satu minggu yang lalu, saya sudah firasat akan tumbang, pohon rencananya mau dirampingkan sudah kita buat laporan siang itu tidak tahunya pas sore sudah ambruk," jelasnya. Sementara itu, H. Akhiyak selaku Ketua Pengurus Makam dan Mushola Al - Karimah menjelaskan, perihal pohon sendiri usianya terbilang sudah sangat tua. Bahkan sebelum Mbah Karimah atau Ki Bang Kuning dimakamkan pada tahun 1377. "Kawasan ini kan dulunya bukit alas, ya bisa dibilang wit asem itu sudah lebih dulu ada ratusan tahun yang lalu bahkan sebelum Mbah Karimah dipusarakan," beber Kiai Kembang Kuning ini. Sebelumnya, saat kejadian pohon tumbang tersebut jajaran DKRTH dan Cipta Karya bergerak cepat melakukan upaya pemangkasan. "Sore diberi kabar, kami langsung turun ke lapangan. Bahkan Bu Anna (Plt Kepala DKRTH, red) ikut turun sampai pukul 11 malam baru pohon berhasil dievakuasi," tutur Siswanto, Koordinator Pengawas Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Rayon Surabaya Selatan. Bahkan saat eksekusi final, Siswanto bersaksi, dirinya dan rekan-rekan merasakan sensasi yang tidak umum. Mengingat pohon tersebut besar dan berusia ratusan tahun. Satuan tugas pun merasa kesulitan pada saat memotong. "Luar biasa besar pohonnya. Semula kita potong sore hingga menjelang Maghrib itu tidak mau, kok rasanya sulit, gergaji seperti tidak tedas (tajam, red), padahal ada 11 lebih gergaji mesin yang dikerahkan," tuturnya. Namun seusai mereka sholat isya berjamaah, pohon jadi terasa lebih mudah dipangkas."Auranya beda, mas, saat maghrib. Entah apa ke bawa sugesti karena pohonnya besar, tapi setelah isya, kami salat bareng itu pohon jauh lebih enteng (mudah, red) untuk dipotong," ujarnya sembari bergidik. Nantinya bangunan yang terkena imbas pohon asem akan dikembalikan semula mengingat komplek Makam Mbah Karimah merupakan cagar budaya. Sementara lahan bekas wit asem akan kembali difungsikan menjadi taman. (mg3/udi)

Sumber: