Menilik Pembibitan Porang Milik Petani di Jombang

Menilik Pembibitan Porang Milik Petani di Jombang

Jombang, memorandum.co.id - Tanaman porang saat ini menjadi tanaman yang digandrungi dan menjadi idola bagi para petani. Bagaimana tidak, tanaman yang termasuk sebagai salah satu umbi-umbian di Indonesia yang memiliki nama latin Amorphophallus Oncophyllus ini memiliki nilai ekspor yang tinggi. Tentunya hal ini tidak disia-siakan oleh petani yang telah mengetahuinya dengan menanam dan budidaya porang. Seperti halnya salah satu petani porang asal Dusun Mendiro, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Petani porang yakni Urip Sumoharjo (39), yang memiliki tempat pembibitan tanaman porang. Urip menerangkan, berawal dari bibit tanaman hasil dari tanaman sendiri dan ingin ditanam di lahan. "Namun, biaya pemeliharaan sangat tinggi. Akhirnya, saya membuat penangkaran bibit porang. Jadi biaya penangkaran ini lebih sedikit dari pada menanam di lahan. Pembibitan porang ini kurang lebih ada 150 ribu," terangnya, Sabtu (09/1/2021). Menurut penjelasan Urip, musim porang ini awal tanam itu bulan 10 dan 11. Nanti bulan 4 mulai awal panen, tapi itu rendemennya masih tinggi. Panen paling bagus itu bulan 8 dan 9, itu paling bagus. "Kita disini ada penjualan dari bibit, ada juga penjualan dari hasil pembesaran umbi. Yang penting kita ini sama-sama berjalan. Jual bibit, ya jual umbi. Karena kebutuhan pasar sangat tinggi," jelasnya. Urip mengungkapkan, bahwa stok untuk pemenuhan dari perusahaan itu kurang bahan baku. Dan harga bibit macam-macam. Harga umbi Rp 3000 per polybag ukuran 12, bibit umbi isi 3-5 biji harga Rp 50 ribu per kilogram, dan bibit katak harga Rp 350 rb per kilogram. "Kalau dari umbi, kalau musim begini (hujan, red) kan fluktuatif. Dari perusahaan sekarang Rp 10 ribu, nanti pada bulan 4 keatas naik terus sampai bisa menembus Rp 15 ribu per kilogramnya," ungkap lelaki yang masih membujang ini. Urip mengatakan, untuk kegunaan porang ini macam-macam. Terutama untuk kosmetik, bahan mengkilapnya cat, pelekat lem. Dan terakhir-terakhir ini untuk makanan konsumsi beras dari umbi porang. "Tanaman ini sebenarnya tanaman ekspor. Kebutuhan paling banyak itu China, Korea, Jepang dan Australia. Lha sekarang ini lagi pengembangan untuk Timur Tengah, dan sudah ada permintaan barang," katanya. Kalau permintaan di Indonesia ini, papar Urip, hanya terpenuhi sekitar 10 persen. Jadi paling banyak pasarnya ke luar negeri. Dan menurutnya, kesulitannya ada di bahan baku. Karena petani ini masih belum mengenal dunia porang. "Namun mulai dua tahun terakhir ini banyak yang budidaya, tapi ya belum begitu luas. Karena sekarang bibitnya saja sudah mahal. Jadi itu kesulitan utama dari petani yang berada dibawah," paparnya. Menurut pengakuan Urip, sebenarnya tanaman ini adalah tanaman yang ekonomis dan bisa meningkatkan perekonomian petani. Harapannya, pemerintah ini nanti bisa mensuport. Paling tidak itu ada bantuan bibit-bibit ke kelompok-kelompok petani. "Karena tanaman ini juga sangat bagus dan sangat bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Terutama yang di desa dan di pinggir hutan ini," pungkasnya. (yus)

Sumber: