Izinkan Aku Turut Mencintai, walau Hanya di Dunia Ilusi (2)

Izinkan Aku Turut Mencintai, walau Hanya di Dunia Ilusi (2)

Lihat Panggung Hiburan TRS, Suatu Saat Ingin Tampil di Sana

Adam melihat ke kiri. Tampak Yeti meremas telapak tangannya erat. Amat erat. Pada waktu bersamaan Adam merasa paha kanannya sakit. Ternyata dicengkeram Baha. Kuat. Amat kuat. Refleks Adam membalas remasan Yeti dan menepis halus tangan Baha dari paha kanannya. Adam memandang mata Baha dan Baha menatap balik mata Adam. Hanya sekilas. Namun dari yang hanya sekilas itu, Adam membaca ada tanda tanya besar seserta sejuta arti terpancar dari sorotnya. Ada kesakithatian. Ada kecemburuan. Ada ketidakpercayaan diri. Dll. Dsb. Dst. Tiba-tiba Baha berdiri tegak dan berbalik arah. Kemudian melangkahkan kaki keluar gedung. Spontan Yeti melepaskan remasan tangannya dari telapak tangan Adam dan bertanya, “Ada apa Baha?” “Tauk. Mungkin kebelet pipis.” Adam dan Yeti kembali duduk. Menikmati alur cerita AAdC sampai selesai. Tangan mereka sudah lepas. Tidak lagi bergandengan seperti tadi. Begitu lampu sudah dinyalakan terang, mereka baru sadar ternyata Baha tidak ada di antara imereka. “Ke mana Baha?” tanya Yeti. “Tauk. Mungkin perutnya sakit dan pulang duluan,” jawab Adam sekenanya. Ternyata kebersamaan mereka malam itu adalah yang terakhir. Sebab, sejak itu Baha tidak pernah nongol. Di sekolah atau di mana pun. Yeti berinisiatif mengajak Adam mencari ke rumah Baha. Tidak ada. Baha sudah lama tidak bersama keluarga. Hanya muncul kadang-kadang. Sepulang dari nonton AAdC, Baha langsung masuk kamar, lantas keluar lagi sambil membawa tas besar. Sejak itulah Baha tidak pernah kembali. Ironis. Ayah-ibu Baha tidak mau berusaha keras mencari anak sulung dari tujuh bersaudara ini. Mereka memang mencari-cari Baha. Saudara-saudara dihubungi. Yang mengecewakan Adam dan Yeti, ketika para famili ditanyai dan mereka mengaku tidak pernah didatangi Baha, ayah-ibu Baha pasrah begitu saja. Adam mengingatkan agar hilangnya Baha dilaporkan ke polisi, tapi ditolak. “Tidak hilang. Baha pergi. Entah ke mana. Nanti kalau butuh lak pulang,” kata ibunya dengan enteng. “Dia sudah sering begitu. Tidak pulang beberapa hari, terus nongol begitu saja,” sela ayahnya. Mendengar itu, tentu saja Adam heran. Seingatnya, setiap hari Baha tidak pernah absen dari sekolah. Masuk terus. Bahkan, sering pagi-pagii sekali sudah menjemput dan nunut sarapan di rumah Adam. Baha memang tergolong anak yang rajin di sekolah. Semua kegiatan selalu diikuti. Tidak pernah tertinggal, walau kadang tampak mengantuk. “Lembur. Bantu bokap bikin kue,” begitu jawabnya selalu setiap ditanya. Baha tidak pernah terlambat membayar SPP sekolah. Kadang-kadang malah dua atau tiga bulan dibayar di muka. Ini sebenarnya sangat mengherankan, karena kehidupan keluarga Baha amat sederhana (untuk menghindari istilah kekurangan). “Lantas ke mana Baha?” tanya Yeti kala itu. Adam menggeleng. Untuk menemukan Baha, Adam dan Yeti pernah nekat mencarinya ke Taman Remaja Surabaya (TRS). Ketika mereka bertiga pernah diajak orang tua Yeti jalan-jalan ke Surabaya. Mereka memang pernah ke TRS. Waktu itu ketiganya masih duduk di bangku SMP kelas satu. “Aku ingin tampil di sana,” kata Baha saat itu, ketika melihat panggung hiburan di salah satu sudut TRS, suatu Kamis malam Jumat. (bersambung)     Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih  

Sumber: