Putus Mata Rantai, Polrestabes Gelar Diskusi Mekanisme Pendistribusian Vaksin Covid-19
Surabaya, memorandum.co.id - Polrestabes Surabaya berkolaborasi dengan Korem 084 Bhaskara Jaya, Dinkes Kota Surabaya, dan Satgas Covid-19 menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Bhara Daksa mapolrestabes, Selasa (22/12). Kegiatan dengan tema Mekanisme Pendistribusian Vaksinasi Covid 19 untuk Surabaya yang Sehat dan Aman ini sebagai upaya untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. “Kami mencoba inisiatif secara proaktif untuk mengatasi penyebaran Covid-19. Artinya kami akan berkolaborasi bersama sosialisasi vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat,” jelas Kapolrestabes Surabaya Kombespol Johnny Eddizon Isir. Isir mengungkapkan, dari kepolisian sendiri siap mengamankan proses pendistribusian vaksin tersebut kepada masyarakat. waktu pelaksanaan vasinasi akan dijadwalkan layaknya pelaksanaan pemilihan suara agar tidak terjadi kerumunan. “Jadi titik kuncinya adalah bagaimana proses penjadwalan dari target atau sasaran yang akan dilakukan vaksinasi. Analoginya sama seperti pemilihan suara kemarin. Artinya masyarakat yang akan menerima vaksin ada jadwal dan waktunya masing-masing,” jelas Isir. Sementara itu, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dr Ponco Nugroho menjelaskan mekanisme pelaksanaanya, masyarakat tidak harus datang dan mendaftarkan diri ke dinkes melainkan akan dipanggil melalui SMS. “Kemudian orang yang bersangkutan akan merespons. Di SMS itu ada filter informasi kesehatan, dimana dia akan dilakukan vaksin. Apabila tidak direspons maka kami akan mendatangi secara manual melalui bhabinkamtibmas dan bhabinsa,” ucap dr Ponco Nugroho. Ponco Nugroho menerangkan, dosis vaksin tersebut akan diberikan 2 kali selama 14 hari. Dan pemberian yang kedua akan terhitung 2 minggu mulai dari pemberian yang pertama. Apabila yang bersangkutan mengalami keterlambatan karena kesibukan lainnya, maka dinkes akan menhubungi melalui telepon serta diminta keterangan jadwal kesiapan divaksin kembali. Prioritas pertama adalah teman-teman yang ada di garda terdepan, yaitu TNI-Polri, satpol PP. Kemudian orang-orang yang berada di pelayanan publik seperti yang ada di rumah sakit, petugas kereta api. "Kemudian yang dianggap berisiko tinggi, yaitu guru dan perbankan. Baru kemudian masyarakat sipil lainnya," pungkas Ponco. (rio/udi)
Sumber: