Anunya Hilang dan Terbang Jelang Tengah Malam

Anunya Hilang dan Terbang Jelang Tengah Malam

Yuli Setyo Budi, Surabaya Seorang lelaki berusia sekitar 35 tahunan menggeram hebat. Mirip suara harimau. Dia berusaha menyerang lelaki di sampinya yang memakai baju dan kopiah putih serta celana hitam. Dengan sigap orang yang diserang tadi memegang ubun-ubun penyerangnya. Sejenak kemudian sang penyerang lemas dan muntah-muntah. “Dia terkena guna-guna,” kata teman Memorandum, sebut saja Supriadi, tentang lelaki 35 tahunan tadi. Namanya sebut saja Feri. Dia sedang menjalani ruqyah di sebuah masjid besar di kawasan Surabaya Selatan, belum lama ini. Supriyadi sengaja mengajak wartawan koran ini melihat terapi ruqyah terhadap Feri karena kasusnya sangat unik. “Biar ente percaya bahwa guna-tuna itu ada,” kata Supriadi. Feri dan Supriadi adalah teman sekantor di sebuah BUMN. Menurut Supriadi, sepulang dari penugasan dinas di Kapuas, Kalimantan Tengah, tingkah laku Feri sering aneh-aneh. Dia suka berteriak-teriak sambil menujuk ke arah tertentu. “Di situ… di situ…” teriaknya, lalu menangis gero-gero seperti anak kecil ditakut-takuti ada hantu cangkrukan di dahan pohon. Feri juga dengan kasar meraba-raba selangkanganya kayak sedang mencari sesuatu. Tapi setiap ditanya ada apa, Feri selalu menjawab tidak ada apa-apa. Setelah itu dia terlihat lemas, berpandangan kosong, dan sulit konsentrasi. Hal seperti ini sering terjadi di tempat kerja. Melihat perubahan pada tingkah laku Feri, orang-orang pada kasak-kusuk. Ada yang mengatakan Feri kerasukan, ada yang mengatakan terkena guna-guna, ada pula yang mengatakan Feri sebenarnya punya penyakit jiwa. Suatu saat Supriadi sedang cangkruk di teras rumah. Dia bersama kerabat dari luar kota yang sedang menginap. Udara yang sumuk menggiring mereka mencari angin di luar. Waktu itu hampir tengah malam. Tiba-tiba dari rumah sebelah, tempat tinggal Feri, terdengar keributan. Feri berlari keluar rumah hanya memakai kaus oblong dan sarung. Dia berteriak-teriak namun tidak jelas apa yang diomongkan. Yang pasti suaranya lantang dan menyimpan nada ketakutan. Beberapa tetangga muncul dari dalam rumah masing-masing. Mereka membantu menenangkan Feri dengan menangkapnya. Setelah itu mendudukkan dia di sebuah kursi teras seorang tetangga. “Hilang lagi… hilang lagi…” katanya nyaris tak terdengar. “Apanya yang hilang Pak Feri?” tanya seseorang. Feri tidak segera menjawab. Dia menata napasnya yang tersengal. Tiba-tiba berdiri dan menunjuk langit. “Di situ… di situ… terbang..,” teriak lelaki bekumis tipis ini sembari berlari kembali. Para tetangga pada mlongo. Tidak paham apa yang sedang terjadi. Mereka baru sadar bahwa telah Feri mengilang setelah terdengar bunyi bruk. Tubuh Feri menabrak tong sampah dan jatuh. Diam. Tidak ada lagi teriakan. Para tetangga kemudian mengangkat Feri ke rumahnya dan menidurkan dia di dalam kamar. “Tiba-tiba saja. Semua tiba-tiba,” kata Ny Feri menjelaskan kepada para tetangga. “Apanya yang tiba-tiba Bu Feri?” tanya istri Supriadi. Ny Feri bercerita, sekitar satu jam lalu suaminya ke kamar mandi. Belum lama di dalam, dia berteriak-teriak, “Ma anunya hilang Ma, hilang.” Berkata begitu, Feri meloncat keluar sambil menunjuk-nunjuk ke depan, “Di situ… di situ… terbang.” Akhirnya seperti yang dilihat Supriadi dan para tetangga. Feri berlari keluar rumah seperti orang gila dan berteriak-teriak tidak jelas. Sebenarnya, apanya sih yang hilang? Apa pula yang terbang? (bersambung)  

Sumber: