Derita Perempuan Penderita Stroke, Dikhianati di Rumah Sendiri (5 – habis)

Derita Perempuan Penderita Stroke, Dikhianati di Rumah Sendiri (5 – habis)

Menangis Mendengar Tawa si Sulung Sedang Digituin Ayahnya

Sebelum menuduh Koko, Yuyun ingin melihat dengan kepala sendiri suaminya tega berbuat tidak senonoh kepada sulung mereka. Maka, dia mengajak Bik Ima menjebak Koko. Kesempatan itu datang pada suatu Sabtu siang. Yuyun yang sedang turut menjaga toko di-WA Bik Ima. Dikatakan bahwa Koko pulang dan diam-diam masuk kamar Iin. “Ayo cepet, Nyonya. Sebelum kejadian lagi. Kasihan Mbak Iin,” tulis Bik Ima. Yuyun bergegas pindah kursi. Dari kursi di belakang meja kasir ke kursi roda yang ditaruh di sebelahnya. Tapi sayang. Karena tergesa-gesa, pegangan Yuyun meleset. Perempuan berambut sebahu ini terjerembab. Wajahnya membentur pinggiran dudukan kursi roda. Lecet dan memar. Itu belum seberapa. Jatuhnya yang munting menyebabkan terbuling-guling hingga keluar ke trotoar. Para pemilik dan pegawai toko lain berhamburan ke jalan. Yuyun malu menjadi tontonan orang banyak. Yuyun ditolong tukang becak yang biasa ngetem di depan toko. Digendong hingga rumah. Tak eloknya, walau terjadi ramai-ramai begitu, Koko yang berada di dalam tidak mendengar keributan itu. Buktinya tidak keluar. Yang mengejutkan Yuyun, ketika sudah masuk ke dalam rumah dan kursi rodanya didorong Bik Ima, dia mendengar suara cekikikan yang sangat keras. Suara tawa lepas Iin. Terkesan bahwa pemilik suara itu sangat bahagia. Full happy. Yuyun yang awalnya tergesa-gesa hendak mendobrak pintu kamar Iin spontan memberi isyarat Bik Ima untuk menghentikan dorongan kursi rodanya. “Biasanya memang gitu Nyonya. Mbak Iin selalu tertawa saat melayani Tuan. Ayo, Nyonya. Cepat. Kasihan Mbak Iin. Dia pasti sedang digituin,” kata Bik Ima. Yuyun bergeming. Tercenung. Dan termenung. Sepanjang hidupnya, sungguh, dia tidak pernah mendengar anak sulungnya itu tertawa demikian lepas. Tanpa beban. Sarat kebahagiaan. Air matanya pelan-pelan menetes. Mula-mula hanya satu-dua. Dan, tetesan itu semakin deras seiring dengan semakin cerianya suara tawa Iin. “Nyonya? Nyonya tidak percaya pada Bibik?” kata Bik Ima dengan tanda tanya. Pelan. Suaranya bergetar Yuyun mengangkat tangan kanan, memberi isyarat Bik Ima untuk diam. “Nanti. Kita selesaikan nanti,” kata Yuyun, lantas meminta Bik Ima mendorong kursi rodanya agak menjauh. Ke balik dinding penyekat ruangan. Yuyun menunggu di sana. Setengah jam kemudian Koko muncul. Dia kaget melihat Yuyun berurai air mata. “Sekarang kamu pergi,” kata Yuyun, “Jangan pernah kembali. Manusia laknat. Biar anak-anak aku yang urus.” (habis)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih      

Sumber: