Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (6)
Melihat Tavif Berdiri di Samping Pria Berdarah Bule Turki
Hantin kesal terhadap Tavif. Sebab, upaya pencariannya tidak membuahkan hasil. Gresik, rumah kakek-neneknya, sudah diobok-obok. Hasilnya nol besar. Begitu pula rumah kerabat-kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Tavif. Hantin bahkan nekat mencari sahabatnya tersebut ke rumah kakek-nenek Tavif di Maros. “Sampai di sini, pencarianku belum juga membuahkan hasil,” kata Hantin, yang menambahkan bahwa untuk mengobati rasa sakit hatinya, dia berkeliling ke lokasi-lokasi wisata di Sulawesi. Terutama Sulawesi Selatan. Tempat tinggal kakek-nenek Tavif. “Beberapa malam aku menginap di Pulau Samalona,” aku Hantin. Hampir tiap hari dia menyelam untuk membenankam kenangan-kenangan bersama Tavif. Tapi tidak bisa. Makin bersusaha melupakan, kenangan itu makin tergambar jelas. Lokasi wisata lain yang dikunjungi Hantin adaah Taman Nasional Bantimurung. Di sini Hantin sempat terhibur keindahan berjuta kupu-kupu yang beterbangan di taman. Kabarnya ada sekitar 250 jenis kupu-kupu yang berkembang di sini. Tentu saja tidak termasuk kupu-kupu malam. Pada kesempatan lain, Hantin juga menginap di Pulau Kapoposan. Salah satu dari gugusan Kepulauan Spermonde memang menawarkan keindahan terumbu karang yang indah, yang mampu memanjangan hobi menyelam Hantin. Pulau Kapoposan terletak di Desa Mattiroujung, Kecamatan Liukang Tupabiring, Kabupaten Pangkep. Usai menyelam, Hantin menyandarkan punggung ke batang pohon kelapa dan memandangi bibir pantai yang seolah berkibar laksana ujung kain penari. Melambai-lambai. Saat itulah Hantin melihat orang berkerumun di sebuah bangunan tradisinal tak jauh dari garis pantai. Sepertinya mereka menggelar pesta. Menarik. Hantin yang pecinta alam segera mengeluarkan teropong dari tas punggung. Ingin melihat keramaian itu dari dekat. Set-set-set… Hantin menyetel fokus pandangan melalui teropong. Deg. Hatinya berdetak keras. Di balik kaca teropong itu dia lihat sosok yang amat dikenal: Tavif. Kala itu Tavif memakai busana pengantin. Cantik sekali. Lalu, siapakah lelaki di sampingnya? Tidak begitu jelas. Hantin berusaha mendekat. Dari jarak sekitar 20 meter, baru Hantin bise melihat dengan jelas. Sejelas-jelasnya. Yang berdiri di samping Tavif ternyata seorang pemuda berusia sekitar 30 tahunan. Cakep. Berdarah campuran. Bule Turki. Spontan Hantin terduduk lemas. Hatinya seperti patah. Hancur berkeping-keping. Kepala yang tadinya terasa hangat setelah menyelam, kini mendadak panas. Mendidih. Mau pecah. Ambyar. Perlahan Hantin melangkahkan kaki menjauh. Tapi baru tiga langkah, dia berbalik dan justru mendekati sejoli yang sedang berdiri anggun di tengah pesta. Dengan menahan panas di dada, Hantin mengulurkan tangan kepada pengantin perempuan, “Selamat menjalani hidup baru.” Setelah itu, tanpa berkata, dia putar badan dan berlari. Tanpa henti sampai terjatuh lemas di depan penginapan. “Aku harus secepatnya pulang. Sia-sia mencarinya. Dasar pengkhianat,” ucapnya. Lirih, sebelum tak sadarkan diri. (bersambung) Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasihSumber: