Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (1)

Persahabatan Abadi Dua Bidadari di Garis Fatamorgana (1)

Ingin Dituliskan Kisahnya; Terpaksa Berpisah karena Cinta

“Halo? Bisa bicara sama Mbak Yuli?” tanya suara perempuan di HP. Nadanya empuk dan merdu. Orangnya pasti cantik. “Halo… Mbak Yuli ada?” imbuh suara tadi. Menegaskan. “Ya. Saya sendiri. Kenalkan, Yuli. Yuli Setyo Budi,” jawab Memorandum sambil menahan geli. “Maaf. Saya kira Yuli itu perempuan. Mbak-mbak. Maaf,” sambungnya tergesa-gesa. Juga sambil menahan geli, tampaknya. “Bisa dibuktikan kok kalau Yuli yang ini laki-laki. Laki-laki sejati.” “Maaf. Sekali lagi maaf.” “Ndakpapa, Mbak. Banyak kok yang keliru kayak Mbak,” kata Memorandum, lantas menambahkan, “Ada yang bisa Mbak bantu?” “Ah, Mas Yuli ini. Maafkan saya ya Mas” “Boleh saya ralat lagi?” sela Memorandum. “Silakan.” “Panggil saja Pak Yuli. Atau Om Yuli. Tapi kebanyakan teman-teman memanggil Om Jos atau Pak Jos.” Tiba-tiba sambungan terputus. Namun, beberapa detik kemudian terdengar nada panggil. Bukan panggilan suara biasa, melainkan video call. “Maaf Om. Ini aku. Hantin. Yang tadi menelepon Om Jos,” kata perempuan di layar HP. Ternyata benar. Pemilik suara empuk dan merdu itu terbukti cantik. Mirip Jedar alias Jesica Iskandar. “Aku ingin Om Jos menuliskan kisah kami. Persahabatan yang terpaksa harus berpisah karena cinta,” tutur Hantin dengan ekspresi wajah sedih. “Berpisah karena cinta?” “Ya. Kami berpisah karena cinta,” tuturnya. Perlahan dia mengangkat wajah dan memandang layar HP. Hantin lantas berkisah bahwa dia bersahabat karib dengan teman sebangku sejak kelas tiga SD. Namanya sebut saja Tavif. Mereka tidak pernah terpisahkan. Apa pun selalu dilakukan bersama. Kalau mendengar cerita dari Hantin, terkesan persahabatan mereka sepertinya dikendalikan pemilik tahi lalat di sudut kiri atas bibir tipis itu.  Apa-apa yang diinginkan Hantin harus selalu diikuti Tavif. Tidak boleh tidak. Kala Tavif tidak sejalan dengan kemauan Hantin, Hantin pasti ngambek dan itu tanpa batas waktu. Yang sering sampai Tavif minta maaf. Padahal, Tavif jelas-jelas tidak bersalah. Orang tua masing-masing memahami hal itu. Pernah suata hari Tavif harus mengikuti latihan bela diri Tapaksuci di sekolah. Dia sudah memakai seragam merah-merah dan mengenakan sabuk putih. Tiba-tiba Hantin muncul dan mengajak Tavif berlatih Remo di Dewan Kesenian Jatim, Jalan Genteng Kali. Tavif sempat menolak. Hantin memaksa. Terjadi otot-ototan sampai keduanya menangis. Orang tua Hantin yang melihat dari mobil hanya tersenyum, sementara ibunda Tavif yang baru keluar dari ruang tamu rumahnya mendekati putrinya dan berbisik. “Akhirnya Tavif ikut aku,” kata Hantin, yang melihat sahabatnya itu mencopot seragam Tapaksuci-nya, lantas mengambil selendang tari dari dalam kamar. Dua sahabat cilik ini kemudian berangkat ke Genteng Kali diantar ibunda Hantin. (bersambung)       Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: