Tak Terserap Industri, Petani Garam Wadul Ketua DPRD Jatim

Tak Terserap Industri, Petani Garam Wadul Ketua DPRD Jatim

Surabaya, memorandum.co.id  - Forum Petani Garam Madura (FPGM) mengeluh produksi garam mereka tidak terserap industri. Karena pelaku industri lebih mementingkan garam impor. Kebinggungan dengan nasibnya, puluhan asosiasi petani garam Madura ini mengadu ke Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Rabu (18/11/2020). Kusnadi menyampaikan yang tersampaikan di media adalah stop impor garam. Kusnadi menegaskan, garam rakyat dipakai untuk garam konsumsi. Sehingga garam industri tidak bisa masuk menjadi garam konsumsi. "Ini membuka pikiran kita, bahwa garam rakyat menjadi garam industri," ujar dia. Kusnadi menyampaikan petani garam merupakan petani musiman. Sehingga tidak bisa berjalan sepanjang tahun. "Mestinya ada peta kebutuhan garam. Kan bisa dihitung," tegas Kusnadi. Untuk memenuhi kebutuhan garam rakyat, ternyata menjadi terlalu rumit. Karena ada ketika sepakatan, garam impor tidak hanya untuk industri. Tetapi juga masuk ke garam konsumsi. "Itu kan bahan baku, harus ada kesepakatan mana garam industri dan mana wilayah garam konsumsi," tegas politisi PDI Perjuangan. Terkait keluhan petani garam yang kelimpungan, lanjut Kusnadi pihanya siap mengawal kepentingan rakyat. "Saya akan dorong untuk menyampaikan ke komisi B bagaimana mewujudkan regulasi perlindungan petani garam. Karena rwgulsi ini perlu," kata Kusnadi. Kusnadi mengakui kaget ternyata Pemprov Jatim tidak mengetahui berapa banyak kebutuhan garam. "Saya juga bingung, kenapa petani garam tidak mengetahuinya," tegas Kusnadi. Pada kesempatan itu, Ketua Forum Petani Garam Madura Muhamad Yanto menjelaskan, kondisi petani garam saat ini sangat memprihatinkan. Ia menyebutkan, murahnya harga garam dan batasan jumlah garam yang bisa masuk ke industri, membuat petani garam kelimpungan. "Forum ini merupakan gabungan dari asosiasi petani garam se Madura, untuk menyejahterakan petani garam," tutur Muhamad Yanto. Muhamad Yanto menjelaskan, keluh kesah mereka ditindaklanjuti oleh pimpinan DPRD Jatim. "Garam konsumsi (garam rakyat), dan garam industri merupakan garam impor," tegas dia. Ternyata garam impor yang dikhususkan untuk industri, tapi kenyataanya masuk ke konsumsi. "Ini membuat petani garam terusik," ujar dia. Petani garam sudah melakukan berbagai upaya untuk menjelaskan nasib mereka. Hingga mereka berharap untuk menyampaikan nasib mereka bisa sampai ke presiden. "Kami juga mendorong untuk bisa mendapatkan perda," ujar dia. Termasuk surat ke presiden, sampai garam rakyat habis. Bukan terus impor garam terus. "Kaki berharap harga garam dilayakkan, sebab kisaran harga garam Rp 800 biaya produksi garam. Ternyata harga jual hanya Rp 400 per kilogram. Berharap gubernur untuk tidak meneken surat bongkar garam impor ke Jatim. Surat rekomendasi bongkar garam ditahan. "Mudah mudahan ada perda," ujarnya. Perusahaan pengolah garam paling banyak di Jatim. Mereka adalah pengajuan garam impor ternyata Jatim  tidak mengetahui. Permainan importir garam ini, harusnya bisa dikawal oleh Pemprov Jatim. Sehingga petani garam mendapat perhatian oleh pemerintah. "Ada permainan yang menyusahkan petani garam. Harusnya bisa didata kebutuhan garam industri. Tapi nyatanya tidak bisa terealisasi," terang Muhamad Yanto. (day/fer)

Sumber: