Masjid Makan-Makan, Enterprise atau Milenial

Masjid Makan-Makan, Enterprise atau Milenial

Masjid manakah yang ideal jika ingin ditiru? Masjid pendidikan seperti Al Falah Surabaya, punya KB-TK, SD, SMP, SMA dan ribuan santri pinisepuh yang ikut puluhan kursus yang disediakan? Atau Masjid Makan-Makan (mereka memang menyebutnya begitu) Al Falah Sragen yang selalu menyediakan sarapan, minuman jahe hangat untuk jamaah dan siapa saja yang mau? Atau masjid ramah jemaah, boleh mandi, boleh tidur, boleh bermalam, yang selalu zero saldo seperti Jogo Kariyan Jogja? Atau Masjid Enterprise Kapal Munzalan Pontianak yang punya belasan unit bisnis yang kini sedang membangun Munzalan Tower? Atau Masjid Milenial Kurir Langit di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan yang dipandegani anak-anak muda kurang dari 30 tahun yang bermula dari aktivitas sosial mengantarkan donasi para dermawan kepada yang membutuhkan? Atau Masjid Atta’awun yang berbunga-bunga dengan pemandangan yang sangat indah di Puncak Cisarua Bogor yang jamaahnya selalu disuguhi sekoteng? Itulah yang kemarin di-brainstorming-kan oleh masjid kami, Sabiilus Salam Taman Intan Nginden Surabaya. Masjid model seperti apakah yang ideal untuk di-ATM-i. Amati, tiru, dan modifikasi. Kebetulan sedang ada pergantian pengurus yayasan. Semua masjid model yang dipresentasikan bagus. Mempunyai keunikan dan kelebihan masing-masing. ‘’Saya ingin masjid yang ngangeni. Masjidnya bersih, bacaan Imamnya sangat tartil. Dulu saya selalu kangen salat di Masjid Al Falah karena Imamnya Ust Rifai Yasin. Bacaan dan lagunya luar biasa bagusnya. Sangat ngangeni,’’ kata Dr Ladzi Safroni yang juga pernah jadi imam di Masjid Al Falah yang kemarin ikut rapat. Kebetulan rumah beliau di Nginden. ‘’Kalau diibaratkan kapal, masjid kita sudah tinggal berlayarnya. Masjidnya bagus, di pinggir jalan raya kembar, jadi pilihan orang yang lewat untuk berjamaah. Jadi, tinggal mengembangkan layarnya. Seberapa lebar dan luas, tergantung kita semua yang jadi pengurus baru ini,’’ kata Ir Bambang Tjahyono, alumni ITB, yang mantan Dirut Pupuk Kujang Jawa Barat yang kini tinggal di Nginden. ‘’Kalau saya gak srantan. Tidak sabar. Terlalu lama. Akhirnya, saya bikin yayasan sendiri. Namanya Majelis Taklim yang salah satunya berbisnis air minum. Dulu, saya bermaksud untuk Sabiilus Salam,’’ kata Ir Heri Soehandoko yang mengaku sering memberi masukan untuk kemaslahatan masjid. ‘’Banyak masukan. Banyak masjid yang sudah bisa dijadikan acuan. Brainstorming yang bagus sekali. Bagaimana startnya? Mari kita mulai dengan melihat kondisi masjid kita ini. Kita sesuaikan dengan keadaan kita supaya tidak di awang-awang,’’ kata Mohamad Farid SH, Ketua Pembina Yayasan yang memimpin rapat. ‘’Yang jelas, saya setuju kita bergerak cepat. Karena itu, saya akan minta untuk rapat dengan tim kecil untuk menyarikan, menangkap, merumuskan semua gagasan yang kita diskusikan hari ini. Sabtu ini di rumah ketua tim Formatur, Bapak Ir Hussein, seniornya Pak Bambang di ITB dan juga seniornya di direksi Pupuk Kujang, ’’ kata mantan Bupati Lamongan ini. Yang bisa ditiru dari semua masjid model yang disebut di atas adalah satu dan perkara amat sulit: trustworthy-nya, memegang amanahnya. Semua masjid tersebut sudah mendaptkan kepercayaan yang begitu tinggi dari masyarakat sehingga dana infaknya, donaturnya, Gerakan Infak Berasnya, Baitul Malnya, Tijaroh Martnya, dan semua event yang diselenggarakannya, mendapat dukungan yang luar biasa dari masyarakat. Ini adalah ihtiar mengamalkan perintah Allah Surat At Taubah ayat 18, ya’muru masajidallah, memakmurkan masjid-masjid Allah. Sungguh senang dan tersanjung jika kami mendapat masukan dari Anda, para pembaca. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: