Prostitusi Eks Lokalisasi Menggeliat Lagi di Masa Pandemi, Muncikari Jamin Aman dari Razia

Prostitusi Eks Lokalisasi Menggeliat Lagi di Masa Pandemi, Muncikari Jamin Aman dari Razia

Surabaya, memorandum.co.id - Siapa bilang eks lokalisasi di Surabaya tutup di masa pandemi Covid-19?Buktinya, para pencari rezeki itu masih melayani pria hidung belang yang ingin melampiaskan nafsu syahwatnya secara terselubung sama seperti sebelum wabah virus corona ini. Memang, pelayanan esek-esek sedikit berubah. Di mana, peran muncikari (germo) lebih banyak aktif mobile mencari pelanggan. Sementara untuk pekerja seks komersial (PSK) sendiri menunggu di kos atau kontrakan yang tidak jauh dari lokasi transaksi antara germo dan pelanggan. Lalu kemanakah aparat penegak perda, dalam hal ini satpol PP?Mereka yang sebelumnya gencar menutup lokalisasi pada 2013 dan 2014 dan menjaga agar lokasi di sana bebas dari perbuatan maksiat ternyata kinerjanya sekarang mulai kendor. Ada apa? Berikut hasil penelusuran tim Memorandum di dua eks lokalisasi di kawasan Dolly dan Moroseneng. Malam itu menunjukkan pukul 22.30. Di sepanjang jalan sekitar eks lokalisasi Dolly terlihat basah karena Surabaya usai diguyur hujan. Arus lalu lintas dua arah lumayan padat. Suasana itu, mengingatkan saat masa kejayaan eks lokalisasi Dolly sebelum ditutup Pemkot Surabaya pada Juni 2014. Di mana sepanjang Jalan Putat Jaya, terlihat banyak germo yang menawari pria hidung belang, termasuk Memorandum. Kami mencoba menelusuri sepanjang Jalan Putat Jaya. Saat melintas di depan gapura Jalan Kupang Gunung Timur, tepatnya di samping salah satu rumah makan tampak germo yang duduk langsung berdiri dan melambaikan tangannya kepada kami. Merasa penasaran, langsung saja kami menghentikan laju motor. "Ayo mas barang e apik-apik (ayo mas PSK-nya cantik-cantik, red)," kata germo itu kepada Memorandum. Tawaran ini membuat kami bertambah yakin bahwa bisnis esek-esek di sini masih ada. Kami lalu mencoba untuk bertransaksi dengan germo tersebut. Ternyata, kedatangan kami juga mengundang para germo lainnya untuk sama-sama menawarkan ‘barang’ yang bagus dan servis yang memuaskan dari PSK miliknya. Mereka pun berebut menunjukkan foto wanita cantik berbagai usia di HP untuk bisa di-booking sembari jari-jari tangannya memencet aplikasi WhatsApp (WA) dengan cepat dan terkesan profesional. "Tarifnya Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu sekali main dan tidak usah bayar sewa kamar," kata pria yang tidak mau disebutkan namanya. Awalnya kami menolak agar germo tersebut tidak curiga dengan alasan tidak punya uang cukup untuk booking PSK tadi. Lalu menjanjikan untuk kembali bila sudah punya uang. Saat kami akan pergi dan menanyakan nama germo tersebut atau meminta nomor HP yang bisa dihubungi, pria tersebut menolaknya. "Dolekono aku nang di sini (samping rumah makan, red) pasti ketemu," ujar laki-laki berusia 45 tahunan ini. Lantas kami meninggalkan lokasi dan kembali menelusuri sepanjang Putat Jaya. Hanya berjarak 50 meter, kami kembali ditemui germo yang lain. Germo berperawakan kurus, mengenakan topi, baju, dan celana gelap ini sedang duduk di atas motornya di pinggir jalan. Begitu kami melintas, tangan pria itu langsung melambaikan tangannya. Saat kami tawar tarif PSK, dijawab Rp 400 ribu sekali main. "Harga segitu sekali main mas, lihat wanita-wanita saja dulu fotonya," ucap pria tersebut sambil tangannya menunjuk ke arah temannya lainnya yang duduk-duduk di kursi di seberang jalan. Karena kami hanya menawar, kemudian sama menjanjikan kepada calo tersebut dan akan kembali jika sudah punya uang cukup. Kemudian kami kembali lagi ke germo pertama. Begitu kami datang, mereka merespons cepat sambil memperlihatkan foto-foto wanita koleksinya di HP-nya sembari menyebut nama satu per satu koleksinya. Sebut saja, Melati, Mawar, Jingga, Kenanga, dan masih banyak lagi. Semuanya bukan warga Surabaya, melainkan dari luar kota seperti Madiun dan Ponorogo. "Ini cantik-cantik mas, ini namanya Melati (bukan nama sebenarnya, red) asal Madiun dan bisa disuruh apa saja mau sampai puas. Gak nyesel pokoknya sampeyan (kamu)," rayu germo itu. Saat ditanya aman, germo tadi menjamin aman, tanpa ada razia petugas, rapid test. "Aman-aman pokoknya. Mainnya di kos," imbuhnya. Germo yang kali pertama kami datang menawarkan harga Rp 400 ribu, langsung menurunkan tarif. "Gawe sampeyan Rp 250 ewu ae, sak kamare (Buat kamu Rp 250 ribu saja, kamarnya gratis)," tukasnya. Kami sepakat booking Melati, PSK asal Madiun. Lantas germo ini langsung mengajaknya ke tempat penginapan yang diketahui eks wisma yang kini dijadikan tempat kos. Dan lokasinya berada di depan salah satu rumah makan. Di tempat berlantai dua itu, ada area parkir dan terlihat gelap. Ada mobil dan beberapa motor yang diparkir. "Motore sampeyan parkir nang kunu ae karo ngenteni (motor kamu diparkir di sana saja sambil menunggu)," pinta germo itu. Kami menuju rumah 2 lantai bercat kuning dengan pintu kaca di lantai dasar. Memasuki ruang tamu, terdapat dua set sofa tua. Bersama germo di ruang tamu tersebut menunggu PSK dijemput oleh rekannya dari kos ke rumah tersebut. Sesaat setelah kedatangan PSK, membayar tarif di muka dan kemudian langsung menuju bilik-bilik di lantai 2. Setelah pintu diketuk dan dipersilakan masuk oleh Melati. Kemudian kami sedikit berbincang-bincang dengan wanita berkulit putih tersebut. Dia mengungkapkan, telah bekerja sebagai PSK di kawasan Gang Dolly ini selama sepekan. "Saya di Surabaya diajak teman, sebelumnya saya di rumah," akunya. Sepekan menjalani pekerjaannya di tengah pandemi, gadis berparas cantik berambut sebahu dengan celana panjang cokelat dipadukan kaus hitam ketat itu mengaku penghasilan tiap harinya tidak pasti, cukup sepi tamu yang datang. "Sehari sekitar satu sampai tiga tamu. Dengan harga Rp 250.000 saya dapat Rp 200.000 dan muncikarinya Rp 50.000," paparnya. Melati mengungkapkan, kawasan di sini aman dari razia petugas baik satpol PP, polisi, maupun pihak kecamatan. Menyiasati razia, ia juga membuka jasa secara online melalui aplikasi mechat. "Aman di sini, tidak pernah ada razia. Saya juga buka jasa secara online di aplikasi MiChat," ungkapnya. Disinggung mengenai sogokan kepada petugas, Melati yang mulai menggoda kami untuk segera servis plus-plus mengaku tidak mengetahuinya. "Mungkin ada," ucapnya. Dengan tubuh mungilnya yang ramping itu, sembari meliuk-liuk Melati mulai menanggalkan satu per satu pakaiannya. (Maaf) adegan dewasa sengaja kami sensor. Lain halnya denga neks lokalisasi di kawasan Sememi, atau biasanya orang mengenalnya dengan Moroseneng. Pelayanan esek-esek tidak hanya malam saja, tetapi siang sudah buka. Ketika Memorandum mendatangi salah satu germo laki-laki tua dengan baju putih di gang Jalan Sememi Jaya II, pria tersebut langsung menawarinya. "Kene loh aman, sepeda motor e engkok parkir nang sebelah (Di sini saja aman, nanti motor di parkir di sebelah, red)," ujar germo itu. Germo itu juga tanpa ragu langsung menawarkan harga Rp 180 ribu bersih untuk dua kali ‘main’ selama satu jam. “Lihat ke dalam dulu, nanti kalau tidak cocok bisa batal,” ajaknya lalu mengantarkan Memorandum ke dalam rumah putih yang tampak dari luar kusam dan tak terawat. Setelah masuk terdapat satu sofa serta TV dan tampak beberapa kamar. Pria tua itu lalu memanggil salah satu PSK di kamar, dan wanita itu keluar. Jika harga deal, langsung saja temui pekerja (PSK, red) tersebut. Sebut saja Jingga (28), yang menceritakan bahwa dirinya bekerja mulai pukul 16.00-03.00. "Ya kalau ada tamu siang hari seperti sekarang ini kami ya siap," rayu Jingga kepada Memorandum. Jingga mengakui bahwa selama pandemi ini penghasilannya menurun meski bookingan masih tetap ramai. "Lebih enak di sini (Moroseneng) pasti ada pelanggan, daripada lewat booking online (BO) tidak pasti," ujar wanita yang mengaku asal Probolinggo. Jingga pun tidak malu-malu menceritakan penghasilannya tiap bulan kepada Memorandum. "Kalau di sini sebulan saya bisa sampai Rp 16 juta, kalau tidak pandemi bisa sampai Rp 34 juta sebulan. Di sini aman, kalau masalah obrakan bukan urusan saya, sudah ada bagian yang lain untuk mengurusnya," pungkas Jingga. Ketika Memorandum mengunjungi wisma, di sana juga terlihat bhabinkantibmas yang langsung menemui germo di sana. Tidak tahu apa yang dilakukan. Bisa saja memastikan wilayahnya aman.(mg1/mg2/alf/fdn/rio/fer)

Sumber: