Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (40)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (40)

Ghadi: A’udzu Bikalimaatillahittamaati Min Syarri Maa Kholak

Dalam waktu singkat Ghadi dan Paman Karim sudah diselimuti asap hitam yang teramat sangat tebal sekali. Bau yang meruap tidak hanya busuk, melainkan juga anyir dan sengak. Ghadi-Paman Karim sepakat menghindari asap tadi dengan meloncat setinggi-tingginya dan sejauh-jauhnya. Tapi apa daya, kaki mereka seperti ditahan kekuatan yang sangat kuat. Jangankan meloncat, sekadar bergeser pun sulit. Sangat sulit. Akhirnya mereka sepakat mencoba merapal doa jurus mengubah tubuh menjadi bayangan. Ternyata Sami mawon. Kaki mereka terasa terikat benang cahaya dan dipatek ke perut bumi. Jurus melipat bumi juga tidak berguna. “Berakhirlah kita, Ghadi,” batin Paman Karim. Ghadi tidak menanggapi. Pada saat yang sama dia mencoba jurus elemen bumi dengan meleburkan tubuh ke tanah. Sia-sia. Waktu terus berjalan. Asap memang tidak terhirup oleh indra penciuman mereka, tapi kini sedikit demi sedikit mulai menembus pori-pori. “Kita tidak bakal bisa bertahan lebih lama, Ghadi,” kata hati Paman Karim. “Kita masih punya Allah,” kata hati Ghadi menanggapi keputusasaan Paman Karim. Ghadi kemudian merapalkan doa permohonan pertolongan kepada Allah, “A’udzu bikalimaatillahittamaati min syarri maa kholak. Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk yang diciptakan-Nya.” Doa itu diucapkan berulang-ulang. Tetap belum ada reaksi. Ghadi merapalkan doa yang lain, “Yaa Hayyu Yaa Qoyyum birohmatika as-taghiits wa ashlih lii sya’nii kullhu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan. Wahai Rabb Yang Mahahidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekejap mata tanpa mendapat pertolongan-Mu.” Doa ini pun diulang-ulang. Tapi tetap belum ada perubahan. Sementara itu, waktu terus berlalu. Ghadi mulai merasakan rasa gatal di kedua telapak kaki dan kedua telapak tangan. Dia lirik Paman Karim. Lelaki tersebut mulai tersengal. Paman Karim sepertinya juga merasakan gatal-gatal. Malah mungkin tidak hanya di telapak kaki dan tangan seperti dirasakan Ghadi. Melainkan sudah menjalar ke seluruh tubuh. Masuk ke tulang melalui pori-pori. Ghadi berusaha menyalurkan hawa murni ke seluruh permukaan kulit dan ke tubuh  Paman Karim. Namun, pemuda yang pernah dijuluki musuh-musuhnya dengan Pendekat Tapak Kaki Kuda tersebut tidak yakin bakal membawa hasil. Berputus asakah Ghadi? tidak! Kembali dia merapalkan doa, “Bismillahiladzi  laa yadhurru ma’asmihi syai’un fil ardhi wa laa fis samaa’ huwas samii’ul ‘alim. Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya. Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Doa tersebut diulang-ulang hingga tujuh kali. Lantas disambung dengan teriakan kuat, “Allahu akbar.” Bersamaan dengan itu, Ghadi menjejakkan tapak kaki kudanya kuat-kuat dengan penyaluran panas tubuh. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: