Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (12)

Cinta Suci yang Menembus Tabir Dunia Jin dan Dunia Manusia (12)

Diam-Diam Belajar Ilmu Hitam dari Para Guru Ayahanda

Ijab kabul Andik vs Laila dilaksanakan hari itu juga. Mas kawinnya bacaan ayah kursi dan sebilah pedang yang baru dihadiahkan Pakde Limin kepada Andik. Kata Pakde Limin, pedang bertahta berlian itu sanggup menebas baja setebal 10 cm. Sebelum akad nikah, Pakde Limin juga membaiat Andik sebagai pejuang penegak kalimat tauhid, lailaha ilallah, dengan gelar Pendekar Ghadi. Singa nuswantara yang mengaum di medan laga. Pakde limin juga mengislamkan Laila dengan membimbing mengucapkan dua  kalimat syahadat. Tubuh Liala tampak gemetar ketika bibirnya melantunkan,  “Lailaha ilallah Muhammdarasulullah.” “Istirahatlah kalian di kamar Pakde. Bude-bude sudah bergabung dengan para mujahidin. Pakde dan Paman Karim akan mendiskusikan langkah selanjutnya,” kata Pakde Limin sambil merangkul Paman Karim meninggalkan tempat. Perlukah digambarkan malam pertama Pendekar Ghadi vs Putri Laila? Jin dan manusia? Menurut Andik, tidak usah. Sebab, intinya sama saja dengan yang dilakukan para pembaca. Jadi, bayangkan saja sendiri. Pagi harinya mereka sarapan bersama. Pangeran Ghadi dan Putri Laila masih basah kuyub rambutnya ketika memasuki ruang makan. “Duduklah. Pakde akan bicara sebentar,” kata Pakde Limin. Menurutnya, Pangeran Sabrang Kali dan Sultan Zalim sangat murka atas hilangnya Putri Laila yang dibawa kabur Andik alias Pendekar Ghadi. Beberapa kerajaan Islam dipaksa menunjukkan keberadaan mereka. Pangeran Sabrang Kali tahu Pendekar Ghadi seorang muslim karena saat bertarung di Sungai Pamisah, tempo hari, pemuda tersebut beberapa kali memekikkan kata “Allahu akbar” sambil melentikkan tombak lentur. “Kerajaan-kerajaan itu dipaksa dengan jalan diperangi. Tidak ada yang selamat. Banyak kerajaan dibumihanguskan. Bila kita tak segera turun tangan, mereka akan semakin merajalela,” kata Pakde Limin. “Kita harus segera bergerak, Pakde. Bersama pasukan yang pernah Pakde katakan. Kami siap,” kata Pendekar Ghadi, yang diamini Paman Karim dan Laila dengan anggukan. “Jangan terlalu terburu-buru. Kalian belum siap betul menghadapi mereka. Pakde akan membekali kalian beberapa ilmu,” kata Pakde Limin. Hari itu hingga tujuh hari ke depan Pakde Limin menggembleng Pendekar Ghadi, Putri Laila, dan Paman Karim dengan ilmu-ilmu yang selama ini masih menjadi simpanan Pakde Limin. Termasuk ilmu menembus tabir dunia jin dan dunia manusia, yang sewaktu-waktu mungkin diperlukan untuk menghindari musuh. Ternyata kemampuan Paman Karim tidak beda terlalu jauh dengan Pandekar Ghadi. Dalam latihan tersebut, mereka bahkan saling isi. Yang di luar dugaan, ilmu Putri Laila ternyata lebih banyak dari Paman Karim dan Pendekar Ghadi. Putri Laila mengakui mempelajari itu secara diam-diam ketika ayahanda dilatih para gurunya. Hanya, ilmu-ilmu itu masuk golongan hitam. “Tidak apa-apa. Kamu dan kamu harus belajar dari Laila. Untuk mengantisipasi musuh. Ini justru sangat menguntungkan bagi kita,” kata Pakde Limin kepada Ghadi dan Paman Karim. (bersambung)   Penulis : Yuli Setyo Budi Pembaca yang punya kisah menarik dan ingin berbagi pengalaman, silakan menghubungi nomor telepon / WA 0821 3124 22 88 . Bisa secara lisan maupun tulisan. Kisah juga bisa dikirim melalui email [email protected]. Terima kasih

Sumber: