Membina Keluarga Sakinah Sesuai Sunnah
Bentuk terkecil dari pemerintahan adalah keluarga. Keluarga merupakan unit sederhana. Terkait isinya siapa saja, tentu setiap rumah berbeda. Dalam islam, keluarga sakinah adalah tujuan setiap persatuan dua insan. Adapun Kunci utama keluarga sakinah mawadah warahmah adalah mengikuti semua aturan dan tuntunan dalam membina rumah tangga dengan selalu berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah apabila terjadi potensi perselisihan dan sengketa, oleh karena itu dalam artikel ini mengulas segala aspek hukum tentang keluarga, dan dijadikan pedoman menuju pernikahan yang menjadikan keluarga bahagia dan sejahtera dan abadi di surga kelas. Secara etimologi nikah mempunyai arti bercampur, berkumpul dan bersetubuh sedangkan dalam definisi terminologi Pernikahan memiliki arti akad pemanfaatan atas bud’u, maksudnya adalah bahwa melalui akad tersebut menjadikan persetubuhan antara laki laki dan perempuan yang semula haram menjadi halal. penyebutan definisi nikah adalah akad sesuai dengan ayat Al-Qur’an : فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُۥۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ Artinya: Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui Ayat tersebut menjelaskan sebuah hukum bahwa perempuan yang telah ditalak 3 kali bisa dinikah kembali apabila telah menikah dengan laki laki lain, itu menunjukkan bahwa adanya dampak hukum dalam sebuah kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak Bentuk kesepakatan yang mempunyai dampak hukum dikenal didalam fiqih dengan akad. Adapun definisi Nikah yang mempunyai arti bersetubuh juga sesuai dengan hadits nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RA: لا ، حتى يذوقَ عُسَيْلَتِكِ وتذُوقي عُسَيْلَتَهُ Artinya: tidak boleh anda kembali sebelum kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu (Riwayat Bukhari) Dalam hadits maksud dari pernikahan adalah persetubuhan ditunjukkan dengan konotasi merasakan madu yang menunjukan bahwa nikah adalah merasakan kenikmatan menikah dan mengambil manfaat dalam jima’ laksana meminum madu. Secara logika pernikahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia oleh karena itu pernikahan juga diatur dalam hukum islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah seperti dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 03, Allah SWT Berfirman: وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِي ٱلۡيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ Artinya : Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Ayat diatas jelas menunjukkan perintah untuk menikahi perempuan agar tidak terjerumus di dalam dosa. Menikahi sesuai dengan batas kemampuan dan kesanggupan. Karena menikah bukan hanya tentang penyaluran syahwat agar menjadi halal semata, namun juga terkait dengan tanggung jawaba pada istri dan keluarganya, serta tanggung jawab di hadapan Allah SWT. As-Sunnah Riwayat dari Ibnu Mas’ud RA Nabi Muhammad SAW Bersabda : ( يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ منكُم الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ . Artinya , “Wahai para pemuda siapa diantara kalian yang mampu pembiayaan maka menikahlah. Karena ia dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan dan barang siapa yang belum mampu, hendaknya dia berpuasa karena itu menjadi tameng baginya”. Hadits Rasulullah tersebut menganjurkan menikah sebagai solusi bagi orang yang mampu terhadap biaya dan dalam keadaan tidak bisa menahan hasrat untuk menikah. Islam dalam mensyariatkan pernikahan mempunyai hikmah yang mulia dan suci di antara adalah sebagai bukti tanda syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh pencipta kepada mahluknya. Selain itu, pernikahan. Mampu menjaga keberlangsungan populasi manusia di muka bumi sehingga terus berkembang dan bertambah dan tidak punah. Hikmah pernikahan itu juga memelihara dan menjaga garis keturunan dan nasab, menjaga diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat dan dosa, menjadikan pribadi lebih bertanggung jawab terhadap kewajiban yang ditanggungnya, mematikan sifat egois dengan saling mengalah dan menolong dengan pasangannya, menumbuhkan sifat kepedulian terhadap orang lain dan melatih manajemen hidup.(*) *Ubaid Muhammad Baidlowi, Lc. Penyuluh Agama Islam Non-PNS Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
Sumber: