Tolak Dicerai, Istri Dihajar

Tolak Dicerai, Istri Dihajar

Surabaya, memorandum.co.id - Pertengkaran rumah tangga seakan menjadi bumbu bagi pasangan suami istri (pasutri). Namun, penyelesaian masalah dengan kepala dingin bisa menyelamatkan usia pernikahan tersebut. Tetapi, lain halnya yang dilakukan Joko, warga yang tinggal di Bali ini. Gegara istri tidak mau dicerai, kekerasan menjadi jalan keluar menyelesaikan masalah itu. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ia harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (3/8). Terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya Anak Agung Satriya Wibawa Adiputra dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Suparlan untuk mendengarkan dakwaan. Akibat perbuatan terdakwa, korban Melinda menderita luka di bagian bahu dan paha. “Penganiayaan dilakukan di rumah anaknya di Forest Mansion. Terdakwa dijerat dengan pasal 44 ayat 1 UU KDRT,” ujar JPU Suparlan di hadapan ketua majelis hakim Martin Ginting. Atas dakwaan itu, penasihat hukum terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Sehingga, sidang dilanjutkan dengan menghadirkan saksi. Dua saksi dihadirkan JPU yaitu istri, Melinda dan anak, Tan Desi Tandika. Dalam kesaksiannya, Melinda menerangkan bahwa dirinya sempat dipukul di bagian bahu, paha, dan menarik rambut setelah tidak mau menandatangani surat perceraian yang disodorkan oleh suaminya. “Terdakwa minta cerai. Saya disuruh tanda tangan tapi tidak mau lalu dipukul,” jelas Melinda. Lanjut Melinda, sejak dirinya pisah rumah lima tahun karena sakit, dirinya masih sering menengok anak dan cucunya di Surabaya. “Suami datang ke rumah anak. Dan berkata-kata kasar,” ujarnya. Disinggung majelis hakim apakah yang menjadi penyebab suaminya minta cerai, Melinda mengatakan karena ada wanita lain. “Ada perempuan lain. Itu waktu saya skait dan tidak, dan sering ganti-ganti,” pungkasnya. Hakim kembali menanyakan, apakah terdakwa dimaafkan atas perbuatannya, ibu dua anak ini menegaskan bahwa dirinya tidak memaafkan. “Tidak,” pungkas Melinda. Sedangkan keterangan dari Tan Desi Tandika menerangkan bahwa dirinya tidak melihat langsung kejadian itu. “Waktu bapak datang saya melihat. Saya berada di lantai dua. Dan saat turun, ibu menangis,” jelasnya. Sementara itu, Anak Agung Satriya Wibawa Adiputra, penasihat hukum terdakwa dikonfirmasi setelah sidang membenarkan bahwa memang ada pertengkaran namun tidak sekeras apa yang dikatakan saksi. “Bertengkar biasa. Hanya menarik rambut, lalu saksi terjatuh di tempat tidur,” jelasnya. Lanjut Anak Agung, sejak dulu memang ada kesepakatan cerai. Waktu itu kliennya meminta izin kepada saksi agar sidang berjalan lancar, namun tiba-tiba saksi tidak setuju dan meminta pembagian harta. “Ini yang membuat klien kami emosi. Untuk soal perempuan lain, itu tidak benar,” ujarnya. Namun, meski Melind a tidak setuju tetapi proses sidang perceraian tetap dilanjutkan tanpa kehadiran saksi. “Status sudah cerai dan inkracht pada Desember 2019,” pungkas Anak Agung. (fer/tyo)

Sumber: