Kejutan Dahlan Iskan

Kejutan Dahlan Iskan

Oleh: Arif Afandi Mantan Pemred Jawa Pos Tiba-tiba saya mendapat pesan whatsapp dari Dahlan Iskan. "Arif sedang di Anda ya? Nggak mampir disampingnya.” Saya agak telat membaca pesan itu. Gara-gara sedang makan siang sehabis menjadi khatib Jumat di Masjid Muhajirin Pemkot Surabaya. Kebetulan, Depot Anda yang sop buntutnya istimewa itu berada persis di balaikota. Bikin saya salah tangkap membaca pesan Dis --panggilan akrab saat dia masih jadi bosnya Jawa Pos. “Ngapain kok Pak Dahlan tanya nggak mampir ke balaikota. Ngapain pula dia ke situ. Masak nemui Risma yang lagi viral ngamuk dan nangisnya gara-gara Covid?,” batin saya. Ternyata yang dia maksud bukan Balaikota. Tapi bangunan rumah yang ada di Jalan Walikota Mustajab. Rumah yang terletak di antara Depot Anda dan rumah dinas Wakil Walikota. Di rumah dengan luas lahan 700 meter itulah kini Dahlan berkantor. Untuk mempersiapkan Harian DI'sway. Koran...eh Bukan Koran --berulang-ulang Dahlan menyebutnya. Jauh-jauh hari, dia bercerita kalau orang di sekitarnya sedang bertarung. Di satu pihak pingin bikin koran, sementara Azrul Ananda ngotot jangan. Azrul adalah anaknya. “Saya setuju Ulik (panggilan akrab Azurl Ananda). Era koran cetak sudah berakhir. Sayang model bisnis media massa digital belum ketemu. Hanya gitu-gitu saja,” kata saya. “Model bisnisnya koran sudah pasti. Tidak perlu mencari,” sahut Dahlan. Diskusi pun tak berlanjut karena saya sudah harus berpisah dengannya. Sejak saat itu, saya sudah menduga kalau founder Jawa Pos Group ini sedang mempersiapkan bikin koran. Setelah ia kehilangan kendali atas kerajaan Jawa Pos yang ia besarkan. Saya meyakini itu karena ada dua DNA dalam tubuh Dahlan. DNA wartawan dan DNA pengusaha. Ia pasti terganggu metabolisme tubuhnya kalau tak bergelut dengan dua bidang itu. Apalagi sejak munculnya media online, ia tetap yakin bahwa koran tak akan mati. Sepanjang manajemennya bagus. Toh sampai sekarang koran tak mati-mati. Meski diramal mati berkali-kali. Saat lahir radio, TV, dan kini era serba digital. Keyakinan serupa juga berkali-kali diungkap Ulik, anak Dahlan yang sejak sekolah di Amerika --secara tidak sengaja-- juga belajar tentang koran. Sayang keduanya tak bisa membuktikan tesisnya lewat Jawa Pos yang dibangunnya. Akankah ia membuktikan tesis mengenai masa depan koran lewat Harian DI'sway? Bisa jadi demikian. Apa pun sebutannya, Harian DI'sway akan menjadi pertaruhan Dahlan Iskan sebagai mantan Raja Media di Indonesia. Bisa diduga Dahlan akan membikin koran yang berbeda dari koran yang ada sekarang. Baik format fisiknya maupun jurnalismenya. Dia menyebutnya harian cetak yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Itu yang diungkap dalam promo yang muncul di blog pribadinya. Yang dimaksud perkembangan zaman tentu perilaku pasar. Beserta kebiasaan orang membaca di era digital. Dahlan memang bukan jurnalis biasa. Ia juga seorang pengusaha. Jurnalis yang juga marketing handal. Seorang marketing tak akan bikin produk yang sama pada umumnya. Saat pembaca media dijejali dengan platform digital dengan segala perangkatnya, pasti dia akan menyesuaikan dengan perilaku baru pembacanya. Hampir dipastikan dia tak akan membuat koran selebar surat kabar sekarang. Koran yang sudah merepotkan untuk ditenteng ke mana-mana. Yang saat membaca bisa mengganggu orang disampingnya. Jauh hari, saya sebetulnya sudah bisa membayangkan apa yang akan dibuat Dahlan dengan Harian DI'swaynya. Inilah media cetak baru dengan format yang berbeda dari koran pada umumnya. Yang juga menarik kayaknya soal model korporasinya. Dia mengaku terinspirasi dengan model Huawei. Yang saham penentunya hanya kecil. “Sebagian besar saham milik karyawan,” katanya. Akankah dia berhasil dengan koran model barunya? Saya yakin berhasil. Kenapa? Karena Dahlan bukan tipe orang yang gampang menyerah jika punya gagasan. Dia akan all out setiap mewujudkan kemauannya. Apa pun rintangannya. Dia termasuk sedikit orang yang banyak gagasan dan bisa mengimplementasikan. Bayangkan, saat dia ingin menguasai bahasa Mandarin, ia bisa 8 jam setiap hari belajar bahasa itu. Selama setahun. Plus tinggal di Tiongkok berbulan-bulan. Ia bisa melawan sakitnya demi pekerjaannya. Ketika livernya bermasalah. Yang hampir merenggut nyawanya. Sampai kemudian harus tranplantasi hati di China. Memang secara usia, Dahlan kini tidak lagi muda. Seperti saat ia membangun kerajaan bisnis Jawa Pos. Saat ia menjadi mesin uang dari para pemegang saham koran itu. Meski kini sudah berumur 70 tahun, bagi saya Dahlan pada dasarnya masih muda. Sejak hatinya diganti hati seorang pemuda berusia 27 tahun. Di tahun 2007 lalu. Jadi kalau diukur dengan hatinya yang baru, Dahlan sekarang sama dengan usia 40 tahun. 27 plus 13 tahun hingga sekarang. Ini masa paling produktif dari seorang manusia. Apalagi ia juga terus meremajakan sel-sel dalam tubuhnya. Melalui teknologi stemcell. Yang dikembangkan ahli stemcell dari RS Dr Sutomo Surabaya. Dokter Purwati, namanya. Tanggal 4 Juli 2020 (hari ini) koran, eh Harian karya mantan bos koran itu diluncurkan. Saatnya menunggu kejutan dari Dahlan Iskan. Saya pun telah taruhan dengan seorang kawan. Tentang format media cetak baru yang dibuat Dahlan. Juga jurnalisme yang diterapkan. Kalau saya menang, berarti saya akan memecahkan rekor baru. Sebagai orang yang paling bisa membaca jalan pikiran Dahlan sejak 14 tahun menjadi anak buahnya. Kalau saya benar, rasanya juga layak minta hadiah ke founder Harian DI'sway yang juga mantan menteri ini. Apa pun bentuknya. Ha...ha...ha...(*)

Sumber: