Let Lugu Be Lugu!

Let Lugu Be Lugu!

Oleh: Ali Murtadlo Bu Risma marah, panen komentar. Bu Risma menangis, ramai komentar. Bu Risma sujud, very full komentar. (Maaf, komentarnya cari sendiri ya. Terlalu "seru" untuk ditulis di sini) Hati-hati jika sudah ditangani PR (public relations) manager. Orang yang semula "genuine" menjadi berbeda. Apalagi kalau porsinya sudah berlebihan. Orang Surabaya bilang "neg", too much, kakehan, kebanyakan. Tak perlu buzzer beliau sudah kuat. Prestasinya sudah punya daya bicara berkekuatan "ribuan kata". Taman-taman yang indah, bunga-bunga yang bermekaran, warga kota atau luar kota yang kerap foto di "bunga sakura" (Tabebuya) yang men-Jepang akan bertindak sebagai "voluntarily PR officers". Fotonya bakal tersebar ke mana-mana. Surabaya yang bersih adalah "spokesperson" tersendiri, yang sangat andal. Tanpa diteriakkan, orang sudah percaya. Apalagi? Kekuatan endorsement pihak ketiga jauh lebih kuat dari iklan terbaik mana pun. Lebih hebat dari booster, buzzer, influencer, terhebat sekali pun. Achievement beliau sudah melebihi ribuan ton kata-kata buzzer, kata-kata influencer. Cobalah simak, apa perlunya dan pentingnya, mereka mengomentari apa yang dilakukan Gubernur Jakarta. Terlalu jauh. Hanya membuat orang gampang menebak, kemana arah anginnya pasca masa jabatan keduanya. Orang akan mencium bau skenario, grand design, dan hidden agenda. Apalagi kalau dipaksakan, tidak natural, tidak akan menghasilkan positive image. Sebaliknya, damaging image. Padahal, PR-ing activity (ies) dimaksudkan untuk building image. Citra positif. Ada tipikal orang yang tidak perlu dipoles. Presiden Jokowi yang sejak mula terkesan "lugu dan ndeso" menurut saya dibiarkan saja dengan keluguan dan "kendesoannya". Bukan sesuatu yang negatif. Itu kelebihan. Syaratnya: kata-kata dan tindak tanduknya inline dengan karakter dasarnya itu. Jika disulap menjadi pemimpin yang dikesankan "tegas, cepat, modern, mileneal" bisa tidak cocok lagi karena berlawanan dengan karakter dasar tadi. Hasilnya: bisa lucu dan aneh. Masih ingat pembukaan Asian Games lalu. Nah, Pak Jokowi yang mengendarai moge tapi diperankan stuntman luar negeri, mendapat tanggapan pro kontra. Begitu juga dengan Bu Risma. Apa yang kuat melekat dengannya? Pekerja keras. Pekerja karier. Bukan politikus. Bukan titipan partai. Bukan karbitan. Selalu terjun ke lapangan. Siang malam. Ya sudah, Itu karakter yang genuine (asli) dari beliau. Jangan dipaksa-paksa lainnya. Mekso. Lucu jadinya. Tercerabut dari karakter keasliannya. Let lugu be lugu. Biarkan lugu tetap lugu. Itu kekuatan yang sangat powerful. Salam! Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: