Sayang Anak, Celakai Anak

Sayang Anak, Celakai Anak

Semuanya pasti sayang anak. Buktinya, pagi-pagi mengajak jalan-jalan. Mengajak main di taman. Menggendongnya, memboncengnya pakai sepeda, motoran, atau mobilan. Pada saat sebelum covid dulu, banyak ayah yang mengantarkan anaknya ke sekolah. Juga sepedaan, motoran, maupun mobilan. Benar-benar sayang anak. Top markotop. Salut untuk bapak-bapak penyayang anak. Tapi, coba awasi lebih teliti lagi, benarkah semuanya sayang anak? Mengapa di sebagian jari bapak-bapak terjepit rokok yang menyala, yang siap dihisapnya, lalu asapnya ke mana-mana, termasuk pasti ke anaknya? Benarkah sayang anak? Tidakkah ini justru mencelakainya? Saya tidak khawatir kepada bapaknya, karena sudah tahu risikonya, karena di bungkusnya sudah ada gambar perokok yang bolong lehernya karena asap rokok yang merusaknya. Saya hanya mengkhawatirkan anaknya. Mereka tidak tahu apa-apa, mereka masih anak-anak, lugu. Tidak tahu bahaya asap, kalau pun tahu atau merasa terganggu, tidak cukup berani memprotesnya. Begitu juga ibunya. Diam. Saya memprihatinkan ayahnya. Mengapa tidak sabar menunggu anaknya sampai di sekolah dan pamit mencium tangannya yang bersih tanpa ada rokok di sela jarinya. Satu lagi. Cara kita memanasi mobil atau membakar sampah di halaman kita. Kerap ketika mobil masih berada di garasi atau carpot. Asapnya yang polutan sangat membahayakan semua penghuni rumah. Maksud hati biar mesinnya awet, tapi pada saat yang sama justru merusak mesin tubuh seluruh keluarga. Jadi bapak-bapak. Kelihatannya kita sangat menyayangi anak-anak, tapi tanpa sadar, kita sebetulnya juga bisa membahayakan kesehatan keluarga kita. Maaf (semoga tidak terjadi) kitalah yang mungkin jadi penyebab anak kita terkena kanker karena menurut penelitian, asap rokok, ranmor, juga sampah yang dibakar adalah zat karsinogenik, penyebab terjadinya pertumbuhan sel kanker (ALODOKTER, 28 Januari 2019). Untung kita tidak hidup di Amerika. Di sana banyak orangtua perokok yang di-sue (gugat) anaknya yang terkena kanker karena merasa penyebabya adalah asap rokok ayahnya. Di sini mungkin kita akan mengatakan anak kita durhaka, anak kurang ajar berani menyeret orang tuanya ke pengadilan. Tapi, sebetulnya, kalau dipikir-pikir, apakah kita tidak termasuk ayah yang kurang ajar jika tiap kali, tiap hari memapari asap rokok kepada anak atau istri kita tercinta. Semoga kita menjadi ayah yang benar-benar sayang anak. Bukan ayah yang kelihatannya menyayangi anak, sekaligus mencelakakannya masa depannya kelak. Na'udzubillah. Belum terlambat. Mari dengan riang gembira menjadi ayah yang benar-benar sayang anak. Caranya? Jika benar-benar belum bisa menahan keinginan merokok, menjauhlah dari keluarga tercinta, baru menghisapnya dan menyemburkan asapnya tanpa keluarga di dekatnya. Salam KGI.(*) *Ali Murtadlo, Kabar Gembira Indonesia (KGI)

Sumber: