Pandemi Covid-19, Posko THR Kebanjiran Pengaduan Buruh
Surabaya, memorandum.co.id - Pengaduan pelanggaran tunjangan hari (THR) pada masa pandemi Covid-19 ini melonjak drastis dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun ini pengaduan tembus 3.000 lebih. Berdasarkan data yang masuk pada 2020, ada sedikitnya 3.140 pekerja/buruh yang melaporkan ke Posko THR. Sebaran pelanggaran THR terjadi di 22 perusahaan di tiga kabupaten/kota di Jawa Timur yaitu Surabaya, Sidoarjo, Gresik. Korban pelanggaran THR didominasi pekerja tetap, kontrak/outsourcing dan harian lepas. Koordinator Posko THR 2020 Habibus Shalihin mengungkapkan pegawai tetap juga THR-nya dilanggar terutama mereka yang dalam proses PHK. Modusnya adalah para pekerja/buruh tidak mendapatkan THR dengan alasan Covid-19. Alasan berikutnya adalah karena tidak mampu. "Modus lainnya adalah berdalih pekerja/buruh dalam dirumahkan. Dan juga ada beberapa juga yang membayar dengan cara mencicil namun berdasarkan keterangan pengadu. Namun, sampai H-4 Lebaran belum menerim Tunjangan hari raya keagamaan (THR)," beber dia dalam rilisnya. Ia menambahkan dibandingkan tahun lalu, jumlah pengaduan soal THR relatif sedikit. Ada 650 korban pekerja/buruh yang melaporkan ke Posko THR 2019. Sebaran pelanggaran THR terjadi di 16 perusahaan di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Kabupaten Pasuruan. Dasar hukum kebijakan/aturan terkait dengan pemberian THR bagi pekerja/buruh, sebelumnya pemberian THR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor Per-04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Peraturan tersebut diubah menjadi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan Perinciannya adalah pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih mendapatkan THR sebesar 1 (satu) bulan upah. Sedangkan pekerja yang mempunyai masa kerja mulai dari 1 (satu) bulan secara terus-menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, maka mendapatkan THR dengan besaran proporsional yaitu perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah. Bahkan, terhadap buruh/pekerja yang putus hubungan kerja terhitung sejak 30 hari sebelum jatuh tempo hari raya keagamaan berhak atas THR. Pembayaran THR wajib dibayarkan oleh perusahaan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan. Berdasarkan hal tersebut Posko THR sedikitnya sudah memberikan rekomendasi kepada Dinas Ketenagakerjaan jawa Jatim agar dilakukan penindakan kepada 22 perusahaan tersebut. Karena pelanggaran yang banyak di posko pengaduan adalah keterlambatan pemberian THR dan/atau dicicil namun para pekerja tidak diajak berunding yakni lebih dari H-7 lebaran yang mana tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. "Disnaker Jawa Timur wajib melakukan penegakan sanksi 5% kepada perusahaan yang terlambat membayar THR. wajib melakukan sanksi social kepada perusahaan yang tidak melakukan pembayaran THR dengan cara disiarkan melakui media cetak maupun elektronik, " beber dia. Selain itu pihaknya mendesak Disnaker Jawa Timur segera mengeluarkan nota dinas tentang pelanggaran perusahaan yang tidak mematuhi peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia nomor 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan. Untuk diketahui beberapa waktu Lembaga Bantuan Hukum Surabaya (YLBHI - LBH Surabaya) bersama Dewan Perwakilan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal (DPW - FSPMI) Jawa Timur dan Konfedarasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) kembali membentuk Posko Tunjangan Hari Raya 2020. (udi/gus)
Sumber: