Tit-for-Tat

Tit-for-Tat

Oleh: Dahlan Iskan Dua orang ini. Carlos Ghosn dan Sabrina Meng. Nissan dan Huawei. Terus jadi pusat perhatian dunia. Ghosn akhirnya dikeluarkan dari tahanan. Hari ini atau besok. Dan Huawei menggugat pemerintah Kanada. Beserta instansi yang menahan Sabrina. Bos besar raja telkom dunia itu. Tidak sia-sia Ghosn mengganti pengacaranya (baca DI'sWay: Jebakan Ghosn). Dua kali pengacara lama minta Ghosn ditahan luar. Sia-sia. Padahal sudah disertai tawaran: jaminan berapa pun besarnya. Pun mau dipasangi gelang digital di kakinya. Pengacara baru, Junichiro Hironaka, sekali saja ajukan permintaan serupa. Langsung dikabulkan. Dengan jaminan 1 miliar Yen. Sekitar 120 miliar rupiah. Ghosn terus menyangkal tuduhan korupsi. CEO Nissan ini adalah penyelamat perusahaan. Dari kebangkrutannya. Menjadi perusahaan mobil yang kembali berjaya. Ghosn menilai perkaranya ini kriminalisasi. Karena Nissan tidak ingin perusahaannya dimerger total. Yang dibidani Ghosn itu. Tiga jadi satu: Renault, Nissan, dan Mitsubishi. Sangat jarang pengadilan Jepang mengabulkan permintaan seperti itu. Jaminan uang biasanya diabaikan. Tapi pengacara baru Ghosn ini memang terkenal. Dengan julukan garang: The Razor. Sang pengacara bahkan bertekad sudah. Akan membongkar kriminalisasi itu. Yang sampai membuat juru selamatnya justru ditahan itu. Pengacara Huawei juga sudah bulat: mengajukan dua gugatan sekaligus. Untuk Kanada dan Amerika Serikat. Alasannya juga kriminalisasi. Yakni campur tangan politik dalam hukum. Bahkan yang gugatan ke Amerika ditambah: soal blokade produk teknologi. Rupanya tit-for-tat juga terjadi di bidang hukum. Yang semula hanya terjadi di perang dagang. Tidak lama setelah Sabrina ditahan di Kanada, Tiongkok menahan dua warga Kanada. Yang mengejutkan kemarin. Tiba-tiba Tiongkok menolak canola Kanada. Padahal dari total ekspor canola Kanada 40 persennya ke Tiongkok. Kanada terlanjur menggalakkan pertanian canola. Yang jadi sumber ketiga terbesar minyak goreng nabati setelah jagung dan zaitun. Demikian juga dua hari lalu. Setelah Kanada memberi sinyal kemungkinan Sabrina diekstradisi ke Amerika. Huawei langsung menggugat Kanada dan Amerika. Huawei kelihatannya mulai berubah strategi. Sebulan terakhir ini. Tidak mau lagi terus diam. Beberapa kali pendiri Huawei, Ren Zhengfei, memberikan keterangan pers. Tumben sekali. Seumur-umur Ren Zhengfei tidak pernah mau bertemu wartawan. Pun di konferensi telekomunikasi dunia minggu lalu. Huawei juga lantang. Chairman bergilir Huawei, Guo Ping, angkat bicara di Barcelona itu. Ia mempersoalkan lahirnya UU baru di Amerika. Yang ditandatangani Presiden Donald Trump Maret tahun lalu. Yakni UU ‘US Cloud’. Yang intinya: pemerintah boleh minta data pribadi dari pelayanan cloud. Termasuk yang datanya tidak disimpan di Amerika. Perusahaan seperti Amazon dan Microsoft harus taat pada UU baru itu. Guo Ping lantas bertanya: mengapa justru Amerika mempersoalkan keamanan penggunaan Huawei. “Dalam 30 tahun perjalanan Huawei tidak pernah cacat di bidang itu,” ujar Guo Ping. Sejak pendiri Huawei pensiun sebagai Chairman, jabatan itu dipegang secara bergilir. Oleh tiga orang yang dipercaya Ren Zhengfei. Giliran tahun ini Guo Ping yang menjabat. Di umurnya yang 53 tahun. Ia mendapat gelar master dari universitas ilmu dan teknologi Huazhong. Salah satu dari 10 universitas terkemuka di Tiongkok. Kampusnya hampir 500 ha. Di pinggiran kota Wuhan. Bagian tengah negara itu. Huawei memang menghadapi blokade berat. Amerika melarang instansinya membeli peralatan Huawei. Amerika juga melobi negara-negara Barat. Untuk berbuat yang sama. Sambil memperkarakan Amerika, kini Huawei bikin langkah kuda. Pasarnya di Eropa akan dipertahankan mati-matian. Pendapatan Huawei memang 50 persen dari Tiongkok. Tapi yang 50 persen lagi dari negara lain. Dari yang 50 persen itu 30 persennya dari Eropa. Dari Barcelona Guo Ping langsung ke Brussel. Di ‘ibukota’ Eropa itu Guo Ping meresmikan ‘senjata’ baru: Cyber Security Center. Pusat keterbukaan sistem keamanan peralatan Huawei. Baru sekali ini ada perusahaan telekomunikasi bikin langkah seperti itu. Huawei memang memelopori penciptaan iklim keterbukaan cyber yang terpercaya. Untuk melawan citra tidak amannya. Kepercayaan, kata Guo Ping, akan jadi andalan bisnis telekomunikasi ke depan. Siapa saja bisa datang ke Center itu: Organisasi telekomunikasi. Para pembuat peraturan di seluruh negara. Juga lembaga perumus standar keamanan cyber. Huawei pun meluncurkan mantra ini: kepercayaan itu harus berbasis pada fakta. Fakta adalah sesuatu yang bisa diverifikasi. Verifikasi harus mengacu pada standar umum. Ren Zhengfei belum lama ini memang mengatakan: kalau Huawei diblokir di Barat masih ada Timur yang bersinar. Tapi Huawei tetap tidak mau kehilangan salah satu kakinya.(*)  

Sumber: