Pergantian Kapolda di Tengah Wabah

Pergantian Kapolda di Tengah Wabah

Jumat (8/5) di Jakarta, Kapolri Jenderal Idham Azis melantik Irjenpol Mohammad Fadil Imran sebagai kapolda Jawa Timur menggantikan Irjenpol Luki Hermawan. Kegiatan itu dilakukan dalam acara serah terima jabatan bersamaan dengan delapan kapolda lain. Prosesi seperti itu merupakan hal biasa dalam keorganisasian kepolisian. Tour of duty, langkah taktis dan rutin bagi korps baju cokelat untuk menggairahkan kinerja polisi. Irjenpol Luki Hermawan kini mendapat amanah baru sebagai wakalemdiklat Polri (wakil kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan) Kepolisian Republik Indonesia. Di mana-mana pergeseran posisi jabatan sangat wajar dan memang dibutuhkan untuk melakukan perubahan. Termasuk dalam pergeseran di tubuh kepolisian kali ini. Hanya, pergeseran jabatan di kepolisian di tengah situasi dan kondisi sedang sibuk mengatasi “serangan” wabah corona virus cukup jadi bahan pertanyaan. Minimal muncul pertanyaan seperti ini: kok pergantian kapolda tidak menunggu selesainya penanganan virus corona? Kan fungsi kepolisian salah satunya bertugas ikut membantu pemerintah menyelesaikan wabah virus corona yang kini sedang terjadi. Apa pergeseran kali ini bisa sejalan dengan yang sudah terjadi selama ini? Pertanyaan lain muncul, apakah hal biasa mengganti pejabat aparat keamanan di daerah dengan kondisi masyarakat sedang dilanda wabah virus corona yang konon kini dianggap virus yang teramat mematikan? Sebenarnya pertanyaan ini juga mencuat ketika ada pergantian Panglima Daerah Militer (Pangdam) V/Brawijaya, yang juga dilakukan di tengah-tengah pemerintah sibuk menangani penyelesaian virus corona. Jika dihubungkan dengan situasi dan kondisi, pergeseran-pergeseran kali ini bisa saja orang awam berpendapat kalau “serangan” virus corona ini belum bisa berhenti atau dihentikan di akhir tahun ini. Paling tidak, wabah virus corona tidak bisa berhenti sampai akhir tahun. Sebab, pergantian atau pergeseran pejabat keamanan, baik TNI maupun kepolisian, yang kini dilakukan menandakan kalangan mereka belum bisa memastikan “serangan” virus corona ini akan berakhir. Kalau kalangan mereka mengetahui dan memastikan akan berakhir, maka terlihat lebih elok jika pergeseran dilakukan dalam kondisi masyarakat sedang tenang. Paling tidak, pergeseran kepemimpinan bakal terlihat lebih bijak dilakukan ketika masyarakat sedang dalam fase ketenangan dan tidak dalam fase kepanikan. Seperti yang terlihat di dua atau tiga bulan terakhir akibat pandemi virus corona. Nah, dari berbagai catatan itu, pergeseran pejabat aparat keamanan seyogyanya lebih bijaksana dilakukan dalam kondisi masyarakat menghadapi situasi normal. Daripada masyarakat bisa menilai pergantian pejabat karena desakan atau titipan kelompok tertentu.(*)

Sumber: