Penerapan Dominus Litis dalam RKUHAP Merupakan Upaya Melemahkan Polri

Penerapan Dominus Litis dalam RKUHAP Merupakan Upaya Melemahkan Polri

Ketua Umum PBH PERHAKHI, Pitra Romadoni Nasution--

SURABAYA, MEMORANDUM.CO.ID - Ketua Umum Pusat Bantuan Hukum Perkumpulan Penasihat Dan Konsultan Hukum Indonesia (PBH PERHAKHI) Pitra Romadoni Nasution menyayangkan sikap pemerintah dalam merevisi KUHAP dengan menerapkan Dominus Litis dalam proses penegakan hukum yang dilakukan pihak kepolisian di RKUHAP.

PBH PERHAKHI Menilai, apabila kewenangan tersebut dimiliki oleh jaksa tentu akan menimbulkan tumpang tindih dalam penegakan kepastian hukum. Asas Dominus Litis menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan tentunya akan mengambil alih kewenangan kepolisian dalam mengungkap dan menghentikan suatu perkara.

"Saya kira kewenangan jaksa cukup hanya sebagai peneliti berkas yg diajukan oleh penyidik kepolisian dan penuntutan," ungkap Pitra Romadoni Nasution. 

BACA JUGA:Prof M. Noor Harisudin: RKUHAP Jangan Hapus Pasal Penyelidikan

Pitra  khawatir apabila Rkuhap tersebut disahkan, kewenangan yang diberikan negara kepada kejaksaan akan menimbulkan standar ganda dalam penegakan hukum, dan tentunya akan melemahkan penyidik kepolisian dalam mengungkap suatu perkara.

"Untuk itu kewenangan jaksa sudah jelas dalam penuntutan pidana selaku pengacara negara, dan kepolisian berwenang untuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana," terangnya.

Ia melihat, apabila jaksa diberi wewenang untuk menghentikan suatu perkara yg dilimpahkan oleh kepolisian, tentunya akan menimbulkan dualisme kepentingan penegakan hukum yang menghasilkan ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan.

BACA JUGA:RKUHAP: Penegak Hukum Harus Seimbang, Jangan Ada Ketimpangan Kewenangan

Ia menilai, tugas utama dari pembaharuan KUHAP itu semestinya lebih mengutamakan kepastian hukum dengan mengedapankan penanganan perkara yg cepat, sederhana dan biaya ringan. 

"Bukan menimbulkan multitafsir baru yang men-trigger terjadi konflik kepentingan penegakan hukum antar institusi dan tumpang tindih kewenangan-kewenangan," tuturnya.

Ini membuat ketidakjelasan penegakan hukum. Kedua institusi ini berwenang menghentikan perkara pidana apabila RKUHAP tersebut disahkan. Selain kewenangan penuntutan, jaksa juga memiliki kewenangan pengendalian penyidikan.

"Ini tentu berpotensi terjadinya abuse of power dalam proses penegakan hukum dalam menciptakan kepastian hukum," tegasnya.

Sumber: