Kok Bisa Ratih Bebas?
Majelis hakim di Pengadilan Tipikor memutus bebas Ratih Retnowati, terdakwa kasus dugaan korupsi dana hibah jaring aspirasi masyarakat (Jasmas) di DPRD Surabaya, Kamis (16/4). Sepintas keputusan itu tidak ada masalah. Karena, majelis hakim memiliki bukti kuat jika terdakwa yang mantan Ketua DPC Partai Demokrat Surabaya itu tidak bersalah. Tak hanya itu, majelis hakim dipastikan memiliki keyakinan dan banyak pertimbangan hingga berani memutus bebas perempuan bersuamikan seorang purnawirawan jenderal. Alhasil, keputusan itu disambut isak tangis terdakwa dan rasa lega pengacara atau penasehat hukumnya. Beda bagi terdakwa lain dan (mungkin) sebagian masyarakat yang melek hukum, keputusan itu sangat diragukan. Dalam kasus yang sama, dugaan korupsi dana jasmas yang melibatkan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019, lima terdakwa lain Darmawan, Syaiful Aidy, Sugito, Dini Rijanti, dan Binti Rochmah, “tidak selamat” setelah kelimanya diputus bersalah hingga diganjar hukuman badan dan denda yang harus segera dijalani. Keraguan atas putusan Ratih sangat wajar. Tuntutan terhadap Ratih sama besarnya dengan Darmawan dan empat terdakwa lain (selain Sugito yang 2,5 tahun), yakni 3 tahun. Keraguan lain pada proses penanganan kasus ini. Proses diawali penyerahan diri Ratih Retnowati dan Dini Rijanti secara bersamaan meski paling belakangan dibanding terdakwa lain, dugaannya sama korupsi dana jasmas APBD 2016 Pemkot Surabaya. Keraguan terkuat justru ada keanehan dalam putusan itu. Majelis hakim yang menjalani tugas juga sama. Di ketuai Hisbullah Idris meski anggotanya gonta-ganti. Pun dugaannya sama, “memainkan” proposal pengajuan dari masyarakat kelas RT dan RW yang nilai proyeknya kisaran puluhan juta hingga ratusan juta. Nah, di manakah letak beda bersalah dan tidak bersalah? Tentu pertanyaan itu kini berkecamuk di alam pikiran masyarakat. Minimal bagi alam pikiran para pengacara atau penasehat hukum terdakwa lain. “Kok bisa ya Ratih bebas?” Itulah hebatnya hukum di negeri ini. Hebatnya masjelis hakim di pengadilan kita. Tahu dan mengerti yang bersalah pasti diputus bersalah. Yang tidak bersalah pasti diputus tidak bersalah. Atau sebaliknya, itulah keputusan yang mengandung arti beda. Beda terdakwa dengan latar belakang “kuat” tentu beda putusan dengan terdakwa dengan latar belakang "biasa" meski tuduhan dan dugaannya sama, pasal 2 UU tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan primer dan pasal 3 UU tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dakwaan subsider.(*)
Sumber: