LBH Surabaya Tolak Kebijakan Pembebasan Napi Koruptor Beralasan Covid-19

LBH Surabaya Tolak Kebijakan Pembebasan Napi Koruptor Beralasan Covid-19

Surabaya, Memorandum.co.id - Pembebasan 300 napi koruptor oleh Kemenkumham untuk pencegahan penyebaran Virus Covid-19 di Lapas mendapat kritikan sejumlah elemen. Kritikan tersebut disampaikan Abdul Wachid Habibullah, Direktur LBH Surabaya, Jumat (3/4/2020). Dia menolak kebijakan pembebasan bersyarat tahanan koruptor dengan alasan penanganan Covid-19. "Remisi narapidana itu sudah ada PP (Peraturan Pemerintah-red) yang mengatur bahwa ada beberapa kasus yang tidak bisa diberikan remisi seperti salah satunya napi koruptor, napi teroris, dan napi-napi lain yang itu termasuk kejahatan luar biasa, sehingga sebenarnya perlu dikaji ulang kalau kita berbicara tentang pembebasan napi Tipikor (Tindak Pidana Korupsi-red)," terangnya. Peraturan Pemerintah yang dimaksud ialah PP Nomor 99 tahun 2012 yang mengecualikan narapidana Korupsi untuk mempunyai hak dibebaskan. Menurutnya, statement yang dikeluarkan Menkumham sangat tidak adil, dengan dalih pencegahan penyebaran Virus Covid-19. "Yang seharusnya didulukan adalah napi-napi yang berada di Lapas-lapas yang rentan akan penyebaranya covid, apalagi napi-napi yang kasusnya biasa lapasnya sangat melebihi kapasitas, beda dengan Lapas napi koruptor, mereka Lapasnya khusus, jadi sangat berbeda jauh," katanya. "Lapasnya saja per kamar satu orang, di mana urgentnya? Jadi tidak perlu memberikan asimilasi dan integrasi kepada mereka," ujarnya. Dia juga membantah adanya statement yang menyamaratakan antara kasus korupsi dengan kasus umum. "Kasus umum itu kan seperti maling ayam, pencurian, penggelapan, dengan kasus korupsi yang merugikan seluruh warga negara, itu kasus yang bisa dikatakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, jadi jangan ada yang menyamaratakan, apapun alasannya," imbuhnya. Jika nantinya asimilasi dan integrasi tersebut tetap dikeluarkan untuk napi koruptor, Wachid memberikan solusi agar tidak semua napi koruptor dikeluarkan. "Pertama kita lihat dari segi persyaratan, harus ada syarat yang tetap terlebih dahulu seperti misal hukumannya di bawah 3 tahun atau kasus korupsi kategori ringan, ini tidak berlaku kepada koruptor yang masa tahanannya di atas 5 tahun atau bahkan 15 tahun, jadi harus dilihat klasifikasinya, yang kedua adalah dari sikap baiknya dalam artian apakah napi ini mempunyai kelakuan yang baik tidak ketika di Lapas, jangan-jangan dia napi yang sering keluar-masuk Lapas, misal ijin tapi disalahgunakan atau napi yang mempunyai fasilitas khusus di Lapas, ini yang harus diperhatikan mengenai persyaratan," tutupnya.(MG 2)

Sumber: