Tekan Covid-19, Komisi E DPRD Jatim Desak Pemerintah Terapkan Lockdown
Surabaya, memorandum.co.id - Upaya pemerintah yang tak mengambil kebijakan lockdown di tengah merebaknya virus covid-19 dianggap Komisi E DPRD Jatim terlalu membahayakan. Mengingat, corona merupakan virus yang sangat berbahaya bagi orang yang tidak mempunyai kekebalan tubuh yang prima, terutama bagi orang tua usia di atas 70 tahun dan orang dewasa yang mempunyai riwayat penyakit. Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Artono menegaskan, jika pemerintah tidak segera mengambil kebijakan tersebut yang memprioritaskan penangan penghentian penyebaran virus corona ini, dengan kekuatan APBD, dikhawatirkan penyebaran virus corona semakin masif. "Oleh karenanya yang ada di provinsi dan yang ada di kabupaten/kota, karena masing-masing daerah ada kepala daerahnya yang harus memikirkan keselamatan rakyatnya, serta bersama-sama mengawal instruksi dari pemerintah pusat agar tidak mengadakan kerumunan orang banyak agar rantai penyebaran tidak semakin luas. Untuk itu harus ada tindakan tegas dari aparat dan me-lockdown. Keadaan ini sangat membahayakan, karena masyarakat masih berhubungan satu sama lain, terutama di lingkungan kerja, sehingga kalau salah satu ada yang kena maka teman kerja lainnya akan tertular dan akan terbawa ke daerah di mana pekerja teraebut tinggal. Keadan semakin parah dan menyebar luas," kata politisi asal PKS ini, Rabu (25/3/2020). Memang, lanjutnya, kebijakan tersebut membutuhkan biaya mahal, karena banyak orang kehilangan pekerjaan dan pemerintah harus mem-back-up. "Toh uang APBN/APBD adalah uang rakyat, biar sekali-kali rakyat bisa langsung menikmatinya," sambungnya. Selain itu, tegas pria yang juga pengusaha ini, Pemprov Jatim harus mengutamakan rapid tes covid-19 kepada dokter, perawat dan tenaga medis, termasuk keluarga mereka. "Karena merekalah yang sekarang ini berjuang untuk membantu masyarakat yang sudah ODP, PDP maupun yg terjangkit. Mudah-mudahan mereka sebagai garda terdepan mendapat perlindungan dari Allah SWT," tegasnya. Terkait dengan rumah sakit rujukan, Pemprov Jatim diminta melakukan penambahan. Mengingat, jumlah rumah sakit rujukan yang disediakan Pemprov Jatim sudah overload. "Agar tidak bercampur dengan pasien biasa, hendaknya Pemprov Jatim menggunanakan aset miliknya yang sudah memiiliki kamar-kamar seperti hotel yang ditangani oleh BUMD milik Pemprov dan gedung pelatihan yang ada di Pandaan milik Pemprov juga," usulnya. Seperti diketahui, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa memberikan pernyataan pers untuk update data kasus COVID-19 di Jatim. Hingga 24 Maret 2020 pukul 18.00 WIB, jumlah orang dalam pemantauan (ODP) ada 2003 orang, 142 orang pasien dalam pengawasan (PDP) dan 51 positif COVID-19 (coronavirus). "Jadi, total ada 51 orang positif COVID-19 di Jatim. Terkonfirmasi ada tambahan 10 orang untuk yang positif di Jatim hari ini dari data kemarin 41 orang," katanya. Gubernur merinci, 10 orang baru tambahan positif itu terdiri dari 5 orang Magetan, 2 Surabaya, 2 Sidoarjo dan 1 Kota Malang. "Untuk yang positif 51 orang di Jatim itu terdiri dari 31 dari Surabaya, 6 dari Malang, 8 dari Magetan, 5 dari Sidoarjo dan 1 Kabupaten Blitar," jelasnya. Dari data tersebut, ada dua pasien yang meninggal, yakni 1 di Malang dan 1 di Surabaya. "Dari 51 pasien yang positif ini, Alhamdulillah ada 5 pasien yang sudah terkonfirmasi negatif. Artinya, mereka sudah sembuh. Satu dari RSU Saiful Anwar Malang dan empat dari RSUD dr Soetomo Surabaya," tuturnya.(gus)
Sumber: