Terdakwa Investasi Bodong Dikawal 9 Pengacara
SURABAYA - Sidang investasi bodong Rp 394 juta dengan terdakwa Novita Rindra Firmanti, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (26/11). Kali ini jaksa penuntut umum (JPU) Damang Anubowo menghadirkan dua saksi, yaitu Savira Nagari dan Veisa Catrie Damayanti. Namun, sebelum pemeriksaan saksi, penasihat hukum terdakwa mengajukan kembali tambahan kepada ketua majelis hakim Ahmad Virza. Akhirnya, total 9 penasihat hukum dari LBH Komunitas Rakyat Anti Korupsi (KORAK) yang akan mendampingi terdakwa. Dalam kesaksiannya, Savira menjelaskan bahwa dirinya mengenal baik terdakwa dan menganggapnya seperti keluarga sendiri. Sehingga ketika ditawari investasi dengan keuntungan 10 persen, Savira setuju dan menginvestasikan uangnya kepada Novita secara bertahap. “Karena tertarik dengan penawaran itu saya akhirnya mau, terlebih ada diberikan keuntungan 10 persen per bulan,” jelas Savira. Lanjut Savira, dirinya semakin percaya saat terdakwa ditanya soal perjanjian dengan travel starling, proyek pengadaan keperluan untuk ibu-ibu Bhayangkari dan kebutuhan pelayaran, sedang dibuatkan oleh notaris. “Saya saling percaya saja,” ujar Savira. Savira juga tak menampik jika dirinya pernah menerima transfer dari terdakwa sebesar 10 persen dari uang yang disetorkan. “Kalau saya menyebut itu bukan bonus tapi pemberian. Kalau menurut saya, bonus itu uang dikembalikan dan ada kelebihannya,” ujar Savira kepada majelis hakim. Sementara saksi kedua, Veisa Catrie Damayanti lebih banyak menceritakan bahwa dirinya juga menjadi korban yang dilakukan terdakwa. Tapi, dirinya saat ini belum melaporkannya ke polisi.“Nama saya sering dibawa-bawa setiap ada pertemuan dengan ibu-ibu. Saya sendiri juga korban kali pertama tetapi belum lapor,” jelas Catrie. Catrie menambahkan, bahkan dari keterangan penyidik saat menangani Putri Duwintasari (perkara lain yang sudah vonis, red) pembagian hasil kepada para korban sebesar 30 persen. “Korban hanya diberi bonus 10 persen, sisanya dibawa terdakwa,” ujar Catrie. Dari sana, lanjut Catrie, terdakwa bisa hidup mewah dan sering bepergian ke luar negeri. “Saya punya bukti kalau terdakwa pernah ke Macau,” pungkas Catrie. Tetapi untuk keterangan itu diputus oleh majelis hakim, karena bukti-bukti itu tidak termasuk yang diajukan oleh JPU. Hal sama juga dilakukan oleh tim penasihat hukum terdakwa yang menolaknya. Sementara itu terhadap keterangan saksi, terdakwa membantahnya. “Ada yang benar tetapi banyak yang salah majelis. Saya ada bukti transfer yang disetor ke saksi,” singkat Novita. (fer/yok)
Sumber: