Tawaf dan Sai Tanpa Lutut Asli

Tawaf dan Sai Tanpa Lutut Asli

Ada kisah menarik dari istri mantan Menteri BUMN, Nafsiah Dahlan Iskan. Wajahnya saat itu terlihat berseri-seri setelah menyelesaikan sai, salah satu rukun terberat dari umrah. Ia sangat bersyukur telah meninggalkan kursi roda. Berikut catatan Dian Maulidah Rachmawati Wartawan Memorandum, yang melaksanakan Umrah Bersama Memorandum minggu lalu. Setelah tiga malam di Madinah, jemaah umrah bertolak menuju Makkah. Diawali dengan salat dua rokaat dan niat umrah di Masjid Bir Ali, rombongan melaju dengan bus syarikah Hijazi dengan membaca talbiyah bersama-sama. Bus melaju kencang menuju Makkah yang berjarak 490 km dari Madinah. Lantunan talbiyah tadinya terdengar nyaring di dalam bus, namun berangsur mulai makin lirih, sebagai tanda di antara jemaah mulai tertidur. Jalan mulus, satu arah tiga jalur, membuat perjalanan tanpa hambatan. Tiba-tiba jemaah terbangun setelah sampai di perbatasan Makkah. Sesampainya di hotel jemaah menuju ruang makan, sebelum berkumpul di lobi hotel dan menuju Masjidil Haram. Malam itu, lampu-lampu Masjidil Haram bersinar terang. Suhu udara 27 derajat, membuat suasana sangat nyaman. Jemaah langsung masuk masjid, salat Magrib dan Isak dijamak ta’khir berjemaah. Lalu tawaf mendekati Kakbah. Saat membaca doa melihat Kakbah, tiba-tiba tangis pun pecah. Hampir semua jemaah meneteskan air mata, lalu sujud syukur sambil sesenggukan. “Ya Allah, akhirnya Engkau undang kembali kami ke sini,” ucap Mamak, panggilan popular Ibu Dahlan, lirih. Bajuri, Direktur Bakkah yang terus mendampingi Mamak tawaf sempat bertanya, apakah jadi sewa kursi roda? Mamak hanya menggelengkan kepala. “Insya Allah, kuat. Ya Allah, kuatkan kami,” ucap istri mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ini. Sebelumnya Mamak berpesan “Ustad, tolong saya disiapkan kursi roda untuk sai. Tapi untuk tawafnya, saya jalan sendiri,” pinta Mamak kepada Ustad Supriadi, Mutawif Bakkah Travel, dalam perjalanan saat itu. Pas tengah malam, tawaf pun dimulai. Tanpa terasa, tujuh kali putaran hanya dilalui dalam waktu 30 menit. Tergolong cepat. Padahal area tawaf sangat padat. Kemudian jemaah salat sunah bakda tawaf. “Ayo langsung sai,” teriak Mamak menyemangati jemaah lain. Saat pelaksanaan sai yang keenam, tiba-tiba Mamak minta berhenti. Jemaah mengira Bu Dahlan minta kursi roda. Ternyata minta jeda sejenak, untuk minum zamzam. Tepat satu jam, sai selesai. “Alhamdulillah, walau lutut ini tidak asli, sai bisa selesai. Ya Allah terima kasih, ya Allah,” puji syukur Mamak sesenggukan di atas batu bukit Marwah, tempat finish umrah. Bu Dahlan sebelumnya memang pernah bercerita, bahwa lututnya bisa dibilang tidak asli. Sudah melakukan operasi berkali-kali dan operasi yang terakhir ini sangat luar biasa. Kaki menjadi lebih ringan melangkah. Lutut tak lagi terasa ngilu. Dan dia ingin membuktikan lututnya lewat ibadah umrah. Malam telah menunjukkan pukul 02.30 dinihari. Satu persatu jemaah saling berangkulan. Saling memeluk, tanda bahagia sekaligus mengucapkan syukur bisa menuntaskan rukun umrah sai dan tahalul. Setidaknya ada tujuh dokter yang ikut juga dalam rombongan Umrah Bersama Memorandum ini. Ada dr Ifa, dr Fafa, dr Andika, dr Etik dan lain-lain. Semua mengucapkan selamat karena Mamak sehat, semangat, dan tidak jadi menyewa kursi roda. Pagi hari, sehabis waktu Duha, Direktur Memorandum H Choirul Sodiq, bersama Direktur Bakkah Travel H A Bajuri, menyempatkan menengok ke kamar Bu Dahlan, untuk mencari tahu keadaan setelah tawaf dan sai semalam. Namun ternyata kamarnya kosong. Setelah ditunggu satu jam di lobi Hotel Fairmont, Mamak datang dengan senyum ceria. “Alhamdulillah, bisa tawaf sunnah,” ujar Bu Dahlan didampingi Ny Tatik, yang akrab dipanggil Bu Joko. Menurut Bajuri, jemaah umrah grup Memorandum ini luar biasa. Hampir semuanya semangat beribadah. Bahkan ada yang umrah sampai empat kali dan tawaf sunnah berkali-kali. Apalagi Mamak, seperti mendapatkan tenaga yang luar biasa. Ketika dikonfirmasi kepada yang bersangkutan, dijawab sederhana. “Ini memang pesan Abah --maksudnya, Dahlan Iskan--. Selama sehat, maksimalkan waktu ke masjid. “Bahkan biasanya, menurut Bu Dahlan, Abah bisa khatam Alquran dalam waktu lima hari. “Itu yang belum bisa saya tiru,” kisahnya berharap.(*)

Sumber: