Mantan Bendahara KPU Lamongan Tilap Rp 1,2 M
Surabaya, Memorandum.co.id - Mantan Bendahara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lamongan Irwan Setiyadi menjalani sidang perdana kasus korupsi dana hibah Pemilukada tahun anggaran 2015 dengan kerugian negara Rp 1,2 miliar lebih. Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Lamongan Ali Prakoso mengungkap empat modus penyelewengan yang dilakukan terdakwa saat menjabat bendahara di KPU Lamongan. Modus pertama, terdakwa melakukan pembayaran tanpa surat perintah bayar yang ditanda tangani Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). “Dan tanpa pengujian atas kebenaran hak tagih,” ungkap JPU Ali Prakoso. Lanjut Ali, di modus penyelewengan kedua, terdakwa merekayasa pembukuan belanja dengan melaporkan kegiatan yang tidak dilaksanakan dengan anggaran yang tidak sebenarnya. “Menyusun bukti pertanggungjawaban dan melakukan pembukuan belanja sebesar Rp 157.839.500 atas kegiatan yang tidak dilaksanakan serta melakukan pembukuan belanja lebih tinggi sebesar Rp 89.490.000 dari pengeluaran yang sebenarnya,” tambah JPU Ali Prakoso. Sedangkan di modus ketiga dan ke empat , terdakwa Irwan Setiyadi tidak menyetorkan pajak ke kas negara sebesar Rp 227 juta lebih dan menggunakan sisa dana untuk kepentingan pribadinya. Atas perbuatannya itu, terdakwa didakwa dengan pasal berlapis. Dalam dakwaan primer didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara dalam dakwaan subsidair terdakwa dianggap melanggar pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP. "Atau Kedua, melanggar pasal 8 jo pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," pungkas JPU Ali Prakoso di hadapan ketua majelis hakim Cokorda Gede Arthana. Atas dakwaan ini, Nihrul Bahi Al Haidar, salah satu tim penasihat terdakwa mengajukan eksepsi. “Mohon waktu untuk ajukan eksepsi majelis,” kata Nihrul, kemarin. Ditemui usai sidang, Nihrul mengatakan dalam korupsi dana hibah tahun 2015 di KPU Lamongan kliennya tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. “Terdakwa ini posisinya sebagai bendahara bukan sebagai kuasa pengguna anggaran, dalam hal ini dia ada orang atasan yang punya tanggung jawab terkait keuangan di KPU,” terang Nihrul. Tambahnya, dalam struktur di Sekretariat KPU sendiri ada sekretaris, kuasa pengguna anggaran (KPA). Untuk kerugian negara yang disebutkan dalam dakwaan JPU, di mana sejak keluarnya hasil audit BPK RI, kliennya sudah tidak lagi menerima honor. “Di tahun 2015, terdakwa sudah tidak terima honor tapi mengapa kok masih kena dalam proses hukum ini,” jelasnya. Saat disinggung terkait kerugian negara dalam kasus ini, Nihrul mengaku kliennya hanya menggunakan Rp 200 juta dari kerugian negara Rp 1,1 milliar lebih. “Menurut pengakuan terdakwa hanya menggunakan dua ratus juta rupiah. Ini ada hasil yang belum ketemu, ini yang akan kita bongkar siapa saja yang bermain,” pungkasnya Nihrul. (fer/day)
Sumber: