umrah expo

Hitung Juga Napas Rakyat

Hitung Juga Napas Rakyat

Aris Setyoadji S.Sos--

Aksi besar-besaran di Pati, Jawa Tengah, bukan sekadar gertakan sambal. Pada 13 Agustus 2025, ratusan ribu orang berkumpul bukan untuk pesta rakyat, melainkan pesta amarah.

Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen menjadi pemantik. Meski akhirnya Bupati Sudewo mencabut kebijakan itu dan meminta maaf, maaf tersebut datang seperti payung setelah badai, sehingga tak mampu mengeringkan luka.


Mini Kidi--

Ribuan orang memenuhi jalan, bukan untuk merayakan kemerdekaan, melainkan untuk memerdekakan diri dari kebijakan yang mereka anggap menindas.

Benar, ia dipilih secara konstitusional. Namun, legitimasi sejati lahir dari hati rakyat, bukan sekadar hitungan kertas suara. Hati yang sudah retak tak bisa direkatkan hanya dengan argumen hukum.

DPRD menggulirkan hak angket, partai pengusung ikut bersuara, dan wacana pemakzulan mengudara. Ini bukan semata panggung politik.

BACA JUGA:Pastikan Tak Ada Kenaikan, Pemkab Jombang Justru Beri Dispensasi Pajak

Ini adalah cermin bahwa rakyat, ketika diperas di tengah hidup yang makin berat, akan menjadi gelombang yang  menghantam kapal kekuasaan.

Di banyak daerah, pemimpin justru memberi diskon pajak demi meringankan beban warga. Di Pati? Beban itu dilipatgandakan. Haruskah kita kaget jika akhirnya massa marah?

BACA JUGA:Peringati Hari Jadi Situbondo ke-207, Mas Rio Beri Diskon PBB 50 Persen Selama 3 Bulan

Belajar dari Pati, pesan untuk para pemimpin daerah lain: ketika menaikkan pajak, jangan hanya menghitung angka, tetapi hitung juga napas rakyat. Dengarkan sebelum memutuskan. Gunakan lidah untuk menenangkan, bukan memprovokasi.

Pajak memang darah pembangunan, tetapi darah itu harus kembali menghidupkan rakyat, bukan mengeringkan mereka.

Rakyat adalah air yang mengangkat perahu kekuasaan, namun, jika air itu dipanaskan terlalu lama, ia akan mendidih, dan mendidihnya air hanya punya satu hasil yakni ledakan.

Sumber: