umrah expo

Mengubah Kesan Membosankan: Ini Cara Baru Mengajarkan Agama Dengan Teknologi

Mengubah Kesan Membosankan: Ini Cara Baru Mengajarkan Agama Dengan Teknologi

--

Oleh: Ahmad Shofiyuddin


Pendidikan Agama Sering Dianggap Kaku dan Tidak Menarik
Berdasarkan hasil observasi penulis di beberapa lembaga pendidikan di Jawa Timur, pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berjalan dengan penuh komitmen dari para guru. Mereka tetap mengedepankan pendekatan yang sistematis dan berbasis kurikulum. Namun, di tengah kemajuan teknologi dan kebiasaan digital siswa yang kian kuat, muncul tantangan baru dalam menjaga atensi dan keterlibatan mereka selama proses belajar. Banyak siswa saat ini terbiasa mengakses informasi melalui media visual dan interaktif, sehingga metode pembelajaran konvensional yang bersifat tekstual dan ceramah kadang kurang mampu memenuhi ekspektasi gaya belajar mereka. Hal ini bukan karena kelemahan guru, melainkan karena adanya perubahan karakteristik generasi belajar yang perlu direspons dengan pendekatan inovatif.

Pendidikan Agama Islam (PAI) sering kali diasosiasikan dengan hafalan panjang, penjelasan teoritis, dan suasana kelas yang pasif. Banyak siswa merasa bahwa pelajaran agama tidak seatraktif mata pelajaran lainnya, terutama di era digital saat mereka tumbuh bersama YouTube, TikTok, Instagram, game edukatif, dan media lainya. Tantangan ini menjadi sangat relevan menjelang tahun ajaran baru, ketika guru dituntut untuk menyusun strategi pembelajaran yang lebih “segar” dan menyenangkan.

Generasi Z dan Alpha, yakni generasi yang kini mendominasi bangku sekolah, mereka memiliki karakteristik unik, misalnya visual, cepat bosan, serta terbiasa dengan interaksi digital (R Putri: 2024). Mereka membutuhkan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya informatif tetapi juga komunikatif dan partisipatif. Dalam konteks ini, pembelajaran agama dituntut untuk bertransformasi, agar nilai-nilai moral dan spiritual tetap mengakar kuat tanpa kehilangan relevansi di tengah derasnya arus informasi digital.

Fenomena ini menjadi isyarat penting bahwa pendekatan pembelajaran perlu terus disesuaikan dengan kebutuhan zaman dan karakteristik generasi digital. Di sinilah momentum tahun ajaran baru dapat menjadi titik tolak untuk mendorong penerapan pendekatan deep learning dalam kegiatan belajar-mengajar, terutama pada materi agama Islam (DK Khotimah: 2025).

Teknologi Hadir sebagai Jembatan Inovasi
Salah satu cara menjawab tantangan di atas adalah dengan mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran PAI. Teknologi bukan untuk menggantikan peran guru, melainkan sebagai alat bantu yang dapat membuat penyampaian materi lebih mudah dipahami dan menarik.

Dalam konteks pembelajaran agama, teknologi Augmented Reality (AR) menjadi salah satu solusi yang menjanjikan. Berbeda dengan Virtual Reality (VR) yang membutuhkan perangkat mahal dan lingkungan khusus, AR justru lebih mudah diakses melalui ponsel pintar yang sudah umum digunakan oleh siswa maupun guru. Teknologi ini memungkinkan objek digital seperti gambar, animasi, atau simulasi 3D ditampilkan di dunia nyata melalui kamera smartphone.

Mengapa Harus Augmented Reality (AR), Bukan Sekadar Video?
Video pembelajaran memang banyak digunakan, tapi seringkali masih bersifat satu arah. AR menawarkan pengalaman belajar yang lebih immersif dan interaktif. Siswa tidak hanya menonton, tetapi juga bisa mengeksplorasi. Misalnya, dengan aplikasi AR, siswa bisa mengamati organ tubuh manusia saat mempelajari ayat-ayat Al-Qur'an tentang penciptaan manusia, atau memahami makna shalat melalui simulasi gerakan dalam bentuk 3D.

Praktik Nyata di Sekolah: Respon Positif dari Guru dan Siswa
Pengalaman menarik datang dari kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh tim dosen pendidikan Islam di sebuah SMK Islam di Gresik, Jawa Timur. Dalam kegiatan ini, para guru PAI diberikan pelatihan dan pendampingan intensif dalam membuat media pembelajaran berbasis AR menggunakan aplikasi sederhana seperti Canva dan Metaverse.

Hasilnya cukup signifikan. Banyak guru yang awalnya ragu akhirnya merasa percaya diri menggunakan media AR di kelas. Bahkan, mereka menyebut bahwa siswa terlihat lebih aktif, lebih fokus, dan lebih cepat memahami materi. Salah satu guru menyatakan, “Biasanya siswa susah fokus kalau belajar fiqih, tapi dengan media ini mereka semangat dan malah tanya-tanya lebih banyak.”

Kegiatan tersebut juga mencakup pengenalan dasar VR, namun hanya sebagai pemantik wawasan. Fokus utama tetap pada AR karena lebih aplikatif dan mudah digunakan dengan perangkat yang tersedia di sekolah.

Manfaat Langsung: Soft Skill dan Hard Skill
Bukan hanya pemahaman agama yang meningkat, pendekatan berbasis teknologi ini juga berdampak pada pengembangan soft skill dan hard skill siswa dan guru.
•    Soft skill seperti kreativitas, komunikasi, dan problem solving siswa terasah melalui proses eksplorasi media interaktif.
•    Hard skill juga bertambah, seperti kemampuan menggunakan aplikasi desain, editing audio-visual, serta logika berpikir sistematis.
Sementara bagi guru, pelatihan ini menjadi ajang peningkatan kapasitas digital yang merupakan kebutuhan penting dalam pendidikan abad ke-21. Guru tidak lagi sekadar sebagai penyampai materi, tapi juga fasilitator pembelajaran yang adaptif dan kreatif.

Bukan untuk Menggantikan Peran Guru, Justru Memperkuat
Penting untuk digarisbawahi bahwa penggunaan teknologi dalam pembelajaran agama bukan berarti menyingkirkan peran guru. Justru sebaliknya, guru tetap menjadi aktor utama yang mengarahkan, mengontekstualisasikan, dan memaknai materi.

Teknologi hanyalah alat bantu, dan tidak akan pernah bisa menggantikan keteladanan dan sentuhan hati seorang guru. Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan untuk guru menjadi kunci agar inovasi ini tidak berhenti di tingkat ide, tetapi bisa diterapkan secara berkelanjutan.

Menuju Pendidikan Agama yang Bermakna dan Relevan
Transformasi pendidikan agama menjadi lebih interaktif dan kontekstual sangat penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam tetap diterima dan dihayati oleh generasi muda. Pembelajaran berbasis AR hanyalah salah satu pintu masuk. Yang terpenting adalah semangat untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan zaman.

Sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai. Ini adalah momen yang tepat bagi sekolah-sekolah untuk mulai mempertimbangkan integrasi teknologi dalam pembelajaran agama. Bukan untuk sekadar modern, tapi untuk menjawab kebutuhan nyata siswa yang hidup di era digital.
Sudah saatnya kita mengubah paradigma bahwa pelajaran agama itu membosankan. Dengan pendekatan kreatif dan teknologi yang tepat guna, pelajaran agama bisa menjadi mata pelajaran favorit siswa yang tidak hanya mengasah otak, tetapi juga bermakna.


*Dosen Media Pembelajaran UNUGIRI Bojonegoro

Sumber: