Oleh : H. Puguh Wiji Pamungkas, MM
Presiden Nusantara Gilang Gemilang
Founder RSU Wajak Husada
Kurang lebih 1.400 tahun yang lalu, beberapa saat setelah Nabi dan para sahabat melakukan Hijrah ke Madinah, kondisi ekonomi kurang begitu baik, musim "paceklik" melanda Madinah saat itu.
Termasuk salah satunya warga Madinah, krisis air untuk kebutuhan sehari-hari.
Adalah sumur "Raumah", satu-satunya sumur milik orang Yahudi yang tersisa saat itu, yang menjadi sumber harapan bagi warga Madinah saat itu untuk mendapatkan air bersih, meskipun harus membayarnya dengan mahal.
Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala.” (HR Muslim).
Dialah Sahabat Ustman Bin Affan, yang saat itu langsung menjawab seruan Nabi dengan "mengakuisisi" sumur milik orang Yahudi tadi meski dengan harga yang mahal.
Sejak saat itu sumur Raumah benar-benar menjadi sumber kehidupan bagi warga Madinah, baik kaum muslimin ataupun non Muslim, semua ras, semua suku, semua entitas, semua kelompok sosial.
Hingga hari ini sumur itu tetap memancarkan keberkahan dan manfaatnya, kurma-kurma yang tumbuh subur disekitaran sumur itu kemudian menjadi meluas, memberi manfaat anak-anak yatim, dhuafa dan masyarakat secara luas.
Hari ini 14 abad setelah peristiwa akuisisi sumur Raumah tersebut, vibrasinya masih bisa dirasakan hingga saat ini, energi kebaikan itu "nular" hingga saat ini, ribuan pohon kurma yang hidup akibat sumur yang diakuisisi itu berdampak hingga saat ini.
Mungkin inilah yang dinamakan "legacy", bahwa hidup ini bukan hanya sekedar memikirkan apa yang kita makan hari ini, hidup ini tidak hanya mengupayakan apa yang mengeyangkan diri kita sendiri dan hidup ini tidak hanya sekedar tentang bagaimana kita menjadi kaya raya.
Bahwa kita harus menjadi sumber harapan bagi banyak manusia, bahwa kita harus menjadi setetes air yang menghilangkan dahaga di tengah "paceklik" dunia dan bahwa kita harus menjadi sumber daya pancar kegairahan hidup untuk orang-orang di sekitar kita. (*/ari)