Yuli Setyo Budi, Surabaya Sejak kecil Jupri (48, samaran) dikenal sebagai anak mbok-mbok’en. Apa-apa, ibu; apa-apa ibu. Tidak ada suatu kegiatan tanpa melibatkan ibu. Demikian pula saat sudah menikah, tidak ada langkah tanpa harus dikonsultasikan dulu kepada ibu, ibu, dan ibu. “Sampai kini Mas Pri masih bergelayut di ketiak Ibu,” kata Juniar (45, bukan nama sebenarnya), istri Jupri, mengisahkan timbul tenggelam rumah tangganya kepada seorang pengacara di kantornya, sekitaran Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, baru-baru ini. Menurut Juniar, ibu mertuanya, sebut saja Komaroh (70), memaksa dia dan suami memiliki anak laki-laki. Padahal, pasangan yang tinggal di kawasan Rungkut ini sudah dikaruniai dua anak perempuan. Mereka cantik-cantik dan pandai. Diakui Juniar, sejak awal pernikahan mereka sekitar 18 tahun lalu, Jupri memang sudah mengungkapkan keinginan memiliki anak laki-laki. Demikian juga si ibu mertua. “Anak laki itu bakal dijadikan pewaris tahta bisnis keluarga,” kata Juniar. Sebenarnya sejak awal berumah tangga, pasangan ini sudah berjalan kurang baik. Juniar tidak kunjung hamil hingga perkawinan menginjak usia tiga tahun. Ini amat meresahkan keluarga mertua. Jangankan memberikan anak laki-laki, hamil saja belum. Saat itu Juniar sering dijadikan sasaran sindiran dan cemoohan keluarga Jupri. Selain itu, muncul rongrongan agar Jupri menikah lagi. Rongrongan itu terutama dari mertua perempuan. Mereka khawatir tahta kerajaan bisnis yang dibangun para leluhur akan gulung tikar bila tidak ada keturunan lelaki. “Keyakinan itu melekat sangat kuat di pikiran keluarga Mas Jupri,” tandas Juniar. Pewaris tahta harus seorang laki-laki. Tidak bisa ditawar. Ini sudah berjalan turun-temurun sejak kakek buyut Jupri yang berdarah Arab-Belanda. Mereka tidak berani melanggar. Tidak ingin! Pernah, untuk memburu keturunan laki-laki, kakek Jupri terpaksa harus menikah hingga lima kali agar ada kemungkinan mendapatkan keturunan seperti yang diinginkan. “Karena di Islam, seseorang hanya boleh menikah dengan empat perempun, Kakek terpaksa harus menceraikan salah satu istri,” kata Juniar. Kalimat ini diungkapkan dengan nada bergetar. Rupanya Juniar takut hal seperti ini bakal terjadi pada dirinya. Harapan untuk mendapatkan keturunan sesuai keinginan sempat muncul di awal-awal kehamilan Juniar. Waktu itu Juniar diperlakukan bak seorang putri. Segala kebutuhan dipenuhi tanpa perempuan ini harus melangkah. Tinggal berucap “au”, maka au sudah terhidang di depan Juniar. Pada usia kehamilan ketiga, keluarga berinisiatif memeriksakan jenis kelamin si janin. Fakta ini sempat membuat dag-dig-dug hati Juniar. Dia khawatir fakta yang ada berlawanan dengan keinginan keluarga. “Ketika dibawa masuk ruang pemeriksaan, aku merasa seperti narapidana dibawa ke ruang eksekusi hukuman mati,” kata Juniar, yang lantas lama terdiam. Lama. Sepertinya dia terbawa bayangan atas apa yang dia ucapkan. Ketakutan semakin memuncak ketika dokter menempelkan detector USG ke perut Juniar. Cahaya beberapa lampu yang tersorot ke arahnya dirasakan Juniar bak moncong bedil mengarah ke jantngnya. (bersambung)
Terpaksa Nikah 5 Kali untuk Mendapatkan Pewaris Tahta
Sabtu 02-02-2019,09:07 WIB
Editor : Agus Supriyadi
Kategori :