Gadis Kota Ditelan Kehidupan Laknat LGBT (2)

Kamis 04-01-2024,08:00 WIB
Reporter : Jos
Editor : Agus Supriyadi

Naik, Goyang Sebentar, dan Makcrut Selesai

Marpuah dengan sabar menunggu sambil sesekali melihat jam tangan. Setelah lebih dari setengah jam, dan cowok tadi belum juga mengeluarkan isi hati, mak-nyet… Marpuah berdiri dan meninggalkan tempat.

Tangannya sempat menyambar amplop di tangan teman sebangkunya.

“Tahu apa yang terjadi?” tanya Lika kepada Memorandum.

Tanpa menunggu jawaban, Lika menjelaskan bahwa Marpuah memenangkan taruhan. Dia bertaruh cowok tadi tidak akan mampu berkata-kata ketika berada di hadapannya.

Sedangkan teman sebangkunya, bertaruh si cowok dengan lancar akan menyatakan cintanya kepada Marpuah.

Menurut Lika, ini adalah salah satu karakter Marpuah. Sejak kecil Marpuah selalu percaya diri (PD), bahkan ingin menang dan memang selalu menang. Tidak pernah berada di bawah atau dikalahkan.

“Marpuah dimanjakan orang tuanya,” jelas Lika.

Baru ketika kali pertama bertemu Sakdolah, Marpuah kena batunya. Menemukan sandungan.

Celakanya, batu itu teronggok pada saat dia harus betul-betul serius menapaki masa depan.

Kebanggaan Marpuah terhadap Sakdolah berubah 540 derajat setelah perempuan ini mengetahui siapa pria tersebut sebenarnya. Dan, itu benar-benar di luar ekspektasinya.

Celakanya, kebangaan Marpuah tak berlangsung lama. Sejalan dengan perjalanan rumah tangganya, Fakta itu baru disadari Marpuah beberapa saat pascanikah.

Bayangan Sakdolah bakal mengantarkan ke puncak keindahan dan kenikmatan jatuh berkeping-keping ke dasar bumi. Ancor pesena telor.

Sakdolah dengan kegantengannya. Sakdolah dengan kegagahannya. Sakdolah dengan bodinya yang atletis ternyata hanya casing.

Hanya bungkus.

Di atas ranjang, servis yang diberikan Sakdolah kepada Marpuah tak lebih dari kualitas ayam sayur.

“Sakdolah dirasakan Mbak Marpuah hanya menjalankan tugas. Istilah Mbak Marpuah kayak ayam sayur… Naik dan goyang sebentar… crut… setelah itu bubar. Udah,” kata Lika.

Kategori :