Membentur-benturkan Kepala setelah Dengar Tausiah Tauhid
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Aris (53, samaran) meneteskan air mata. Mungkin tidak dia sadari. Beberapa detik kemudian tubuhnya terhenyak ke belakang, menarik napas panjang, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta mengusap wajah. Rupanya dia baru menyadari apa yang terjadi pada dirinya.
Memorandum yang duduk tidak jauh dari Aris di majelis taklim bulanan sebuah masjid di Wiyung, beberapa hari lalu, mengamatinya. Sudah agak lama. Sejak dia mengambil napas panjang dan menghentakkannya keras-keras, seiring ustaz selesai membacakan ayat Alquran.
Waktu itu Ustaz Azis (65, bukan nama sebenarnya) sedang memberikan materi tauhid. Ia membaca surat al-An’am ayat 151-153 dan mengartikannya. Begini: Katakanlah,”Marilah kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhamnu, yaitu janganlah mempersekutukan sesuatu dengan. Berbuat baiklah terhadap ibu-bapakmu dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, serta janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi. Janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melaikan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Demikian itu yang diperintahkan Tuhanmu agar kamu memahaminya. Janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga sampai dia dewasa. Dan sempurnakalah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.
Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah ia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikanmu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.”
Ustaz Azis mengatakan bahwa perbuatan seperti dijelaskan pada ayat ini tergolong syirik. Menyekutukan Allah. Dosanya besar. Paling besar di antara dosa-dosa yang lain.
Aris gelisah. Duduknya tampak tidak nyaman. Dia berdiri dan melangkah ke bagian samping masjid. Memorandum mengikutnya diam-diam. Ternyata langkah Aris mengarah ke toilet. Asem! Rupanya kebelet pipis.
Walau merasa terkecoh karena apa yang dilakukan Aris tidak sesuai dengan yang ada di pikiran Memorandum, Memorandum tetap mengikutinya. Tiba-tiba langkah Aris terhenti di tembok sekat antara toilet dan bangunan utama masjid.
Dia sandarkan kepala di tembok. Membentur-benturkannya. Dari jarak agak jauh samar-samar terdengar desahan tangis. Lirih dan menyayat. Perlahan-lahan tubuh gagah itu melorot dan akhirnya terduduk lemas. Lunglai.
Memorandum yang sempat kamitenggengen bergegas menghampiri. “Aku telah berdosa besar ya Allah, aku telah berdosa besar. Ampuni aku ya Robb, ampuni aku,” rintihnya di sela suara tangis. Lalu sepi. Lengang. Hanya terdengar isak yang terputus-putus.
Memorandum mencoba menyadarkan dengan memegang pundaknya. Perlahan kepala Aris terdongak. Matanya merah. Penuh air mata. Tidak lama kemudian dia kembali menunduk dan meneruskan tangisnya. Tersedu-sedu. (bersambung)