Surabaya, Memorandum - Menurut telaah pengamat hukum Gigih Andi Wijaya SH MH, program kepolisian Kring Serse sangat dibutuhkan untuk menekan aksi kriminalitas di Kota Surabaya. Namun begitu, dia mendorong agar Kring Serse dijalankan lebih optimal. Jangan sampai ada korban terlebih dahulu baru bergerak.
"Kota Surabaya merupakan salah satu kota terpadat di Indonesia yang mana hal tersebut rawan adanya tindak kejahatan. Kita harapkan pihak Polrestabes Surabaya terus meningkatkan kinerja anggota Kring Serse. Jangan harus ada korban dulu baru bergerak," kata Gigih, Minggu (1/10).
Gigih menjelaskan, Kring Serse merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Reserse Kriminal dalam pengembangan jaringan informasi di masyarakat, sehingga bisa mengetahui motif, modus, dan jaringan serta para pelaku tindak pidana.
Di Surabaya, Gigih menyebut angka kejahatan terus menurun. Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur, Surabaya berada di posisi ketiga daerah dengan tingkat kriminalitas tertinggi.
Pada tahun 2021 tercatat ada 1.648 kasus kejahatan yang dilaporkan. Jumlah tersebut sudah mengalami penurunan masif sejak tahun 2019 yang jumlahnya sebanyak 3.377 kasus.
Adapun tindak kriminalitas yang sering terjadi di Kota Surabaya meliputi pencurian, prostitusi hingga perjudian.
"Tingginya jumlah perilaku kriminalitas di suatu daerah sangat mempengaruhi kondisi sosial masyarakatnya. Seperti penurunan tingkat kesejahteraan, menimbulkan keresahan, kerugian material hingga mengancam jiwa seseorang. Karena itu penting untuk diantisipasi," katanya.
Ditanya soal kinerja Satreskrim Polrestabes Surabaya, Gigih menilai masih kurang optimal. Hal ini disebabkan oleh perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan Kring Serse yang kurang efektif.
Menurut temuan di lapangan, Kring Serse tidak berjalan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan. Hal ini lantaran Kring Serse difokuskan pada upaya penegakan hukum Satreskrim Polrestabes Surabaya yang terkendala oleh KUHP yang tidak dapat memfasilitasi.
Selain itu, juga dikarenakan masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan, ingin mencari uang mudah, minum-minuman keras, karakter masyarakat Surabaya yang keras, dan banyaknya organisasi yang tidak jelas visi dan misinya.
"Masih banyak juga anggota Satreskrim belum mengikuti pendidikan kejuruan, lalu pemahaman anggota mengenai premanisme juga belum baik. Selain itu, sarana dan fasilitas seperti peralatan kantor, kendaraan operasional, serta anggaran yang kurang menghambat pelaksanaan Kring Serse. Alhasil tidak berjalan optimal," bebernya.
Berangkat dari sini, Gigih yang juga pengacara muda ini berharap Kring Serse jadi langkah awal pencegahan terhadap terjadinya tindak kejahatan di masyarakat, sehingga masyarakat memiliki rasa aman dan nyaman.(bin)