Surabaya, Memorandum - Mengakhiri hidup atau bunuh diri bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan. Bahkan, harus ditentang dan dicegah. Hal ini seperti yang disampaikan psikolog dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Nurul Qomariah SPsi MPsi Psikolog, Jumat, 22 September 2023.
Menurutnya, ketika seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidup itu bukanlah keputusan tiba-tiba. Mereka mengambil langkah tersebut juga bukan berarti tidak sayang dengan nyawanya, dirinya maupun keluarga.
Namun yang terjadi adalah mereka sudah melewati proses berpikir yang panjang dan rumit. Bahkan, beberapa orang sudah berupaya menyelesaikan masalahnya hingga mencari bantuan. Akan tetapi semakin berupaya justru semakin sulit bagi mereka untuk bertahan.
"Orang yang mengakhiri hidup sebetulnya tidak benar-benar ingin mati. Hanya saja ia kesulitan menemukan jalan keluar. Tentu hal ini bukan pembenaran atas tindakan mereka. Sebab, mengakhiri hidup memang tidak bisa dibenarkan dari sisi manapun," jelas Nurul Qomariah.
Kendati demikian, bukan berarti masyarakat bebas melabeli pelaku bunuh diri dengan berbagai stigma. Apalagi stigma yang sering muncul di masyarakat adalah menganggap orang yang mengakhiri hidupnya adalah orang yang bodoh, tidak beriman, tidak dekat dengan Tuhan, tidak pandai bersyukur, dan orang yang lemah.
"Karena sebelum seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidup, seringkali mereka memberikan sinyal bahwa kondisi mereka sedang tidak baik-baik saja. Kondisi ini erat dikaitkan dengan berbagai gangguan mental seperti misalnya, stres dan depresi," jelasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Rya sapaan karib Nurul Qomariah, sebagai masyarakat perlu peka dan menunjukkan empati pada sesama. Yang paling mudah dilakukan adalah mengendalikan ucapan dan jari-jemari untuk berkomentar.
"Saat ada orang yang menyampaikan kesulitan kepada kita hendaknya kita mendengarkan terlebih dulu. Jika tidak bisa membantu, maka hubungkan dengan pihak-pihak yang bisa membantu," saran Rya.