Nang mBanyuwangi Nggandol Bus AC, Pitik Kluruk Disawat Sikile
Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Sudah berkali-kali Lilis minta pindah rumah, tapi tidak pernah dihiraukan. Alasan apa pun yang disampaikan Lilis dianggap angin lalu. Johan beralasan amat yakin tidak mungkin Joni mengkhianatinya.
Lilis menghargai kepercayaan yang diberikan Johan kepadanya. Dan, ia juga yakin bakal sanggup menjunjung tinggi kepercayaan itu. Yang menjadi masalah adalah omongan-omongan negatif di sekitar mereka. Termasuk omongan kerabat yang pada dasarnya tidak suka.
Pandangan orang-orang itu dirasakan Lilis sangat menusuk dadanya. Sorot mata sinis dan sindiran nyinyir dirasakan amat melukai hati. Sudah berdarah-darah dan harus dihentikan segera.
Sindiran yang super super mengiris-iris hati Lilis datang dari tetangga di depan rumah. Perawan tua yang belum menampakkan tanda-tanda kapan mengakhiri predikat jomblonya tersebut pernah mengucapkan parikan di depan Lilis: Nang mBanyuwangi nggandol bus AC, pitik kluruk disawat sikile; bengi-bengi digembol mase, wayah isuk diembat adike.
Ada juga kerabat sendiri yang sungguh teganya-teganya-teganya mengatakan sindiran kasar seperti ini: Waduh, Mbak Lilis semakin cantik saja. Apa resepnya, Mbak. Mesin dobel gardan ya?
Lilis putus asa. Kedua mertuanya juga bergeming. Sama dengan Johan, mereka meminta Lilis menganggap angin lalu omongan-omongan negatif tadi. Apabila tidak ditanggapi, diyakini penilaian-penilaian yang salah sasaran tadi bakal luruh dengan sendirinya.
Joni sendiri menanggapi masalah ini hanya dengan guyonan. Kepada sang kakak, dia sering mengingatkan dengan kalimat-kalimat bernada ancaman. Intinya, bila Johan sampai tidak memperhatikan Lilis, Joni siap memperhatikan perempuan tersebut.
Eloknya, Johan menanggapi ancaman adiknya tadi, yang dinilai sebagai guyonan, hanya dengan tersenyum tipis. Dan kebasan tangan yang mengisyaratkan dia tidak menggapai kata-kata adiknya. Joni bahkan lantas tertawa terbahak-bahak.
Jujur saja, pengakuan Lilis kepada pengacaranya, dia sering tidak bisa mengikuti irama candaan keluarga mertuanya. Dia sering salah persepsi. Lantas salah tingkah. Lantas salah bersikap. Salah ini. Salah itu. Semua serba salah.
Pengacara berinisial A ini lantas tertawa lepas. “Kali ini Lilis ingin membalas ulah mereka. Dia pura-pura ngambek dan menggugat cerai suami. Padahal, semua itu bohong-bohongan,” kata A.
Berkas perceraian tidak pernah dimasukkan Pengadilan Agama, tapi digembar-gemborkan bahwa Lilis sedang menggugat cerai Johan. “Sekarang dia di kantor saya,” kata A sambil mengajak Memorandum ke kantornya.
Dari jauh tampak seorang perempuan cantik duduk di teras kantor A. Melihat kami, dia berdiri hendak menyambut. Bersamaan dengan itu, sebuah mobil mewah meluncur mendekati kantor A.
Berhenti tepat di depan pintu. Sesaat kemudian berhamburan orana-orang turun dan mengerumuni Lilis. “Selamat ulang tahun, kami ucapkan… dst dst…” Nyanyian itu bergema sangat ceria.
Lilis ndomblong. “Mereka menyikapi balasan Lilis dengan balasan juga. Beginilah memang keluarga mertua Lilis. Tidak pernah bersikap serius. Semua persoalan dianggap sebagai canda,” kata A, yang ternyata sudah lama dipercaya sebagai pengacara keluarga mertua Lilis. ??? (habis)