Tragedi Kanjuruhan, Kewajiban Seluruh Bangsa Indonesia untuk Instropeksi dan Evaluasi

Rabu 12-10-2022,08:15 WIB
Oleh: Agus Supriyadi

Majelis Daerah Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) Kota Malang menyesalkan tragedi di stadion Kanjuruhan. Banyak korban luka dan meninggal dunia pada peristiwa tersebut. Dari 574 korban 420 orang luka ringan atau sedang, 23 luka berat, 66 orang dirawat di Rumah Sakit, 131 orang meninggal dunia. (detikJatim, Kamis, 6 Oktober 2022). Korban juga banyak menimpa anak-anak di bawah umur, remaja dan perempuan (39 anak usia 17 tahun ke bawah. KOMPAS.TV, Rabu 5 Oktober 2022) Ironinya, tragedi bukan dipicu dua kubu fans yang fanatik terhadap kesebelasannya. Tetapi karena homogennya fans yang hadir, Aremania Aremanita. Sudah diasumsikan, bahwa penonton telah benar-benar steril dari ‘penyusup’, yaitu tidak adanya fans dari Persebaya. Karena, pertandingan Arema vs Persebaya sesuatu yang unik. pasti ramai penonton dan kedua fansnya jarang akur. Sehingga, normalnya, tragedi di stadion Kanjuruhan tanggal 1 Oktober 2022 itu tidak perlu terjadi. Fans Arema barangkali merasa kecewa karena kesebelasannya kalah dikandang sendiri. Karena itu, tiba-tiba segelintir orang turun ke lapangan menemui pemain. Mungkin untuk memberikan dukungan atau semangat. Semakin banyak penonton (baca : fans Arema) turun ke lapangan, sehingga pemain digiring masuk ruang ganti, dan fans yang telah turun, dihalau mundur dengan kasar, dengan berlebihan (dipukul), Beberapa penonton yang di tribun tidak terima. Sehingga semakin banyak turun, membela teman-temannya. Dari kesaksian yang dilansir beberapa media, petugas menghalau dengan kekerasan. Kemudian menembakkan gas air mata kepada penonton. Tidak terkecuali penonton yang ada di tribun. Termasuk diantaranya anak-anak, remaja, perempuan yang sedang antri untuk pulang, keluar stadion. Sedangkan pintu stadion masih tertutup dari luar. Yang terbuka hanya pintu di gate 14 (di sektor terakhir). Penembakan gas air mata ke tribun itulah, yang menyebabkan penonton panik, berdesak-desakan untuk segera keluar guna menghindari gas air mata. Karena efeknya membuat perih di mata, panas, sesak napas, terlebih kekurangan oksigen. Keinginan petugas supaya penonton di tribun segera keluar dengan menembakkan gas air mata, tidak dibarengi dengan terbukanya pintu keluar yang sebenarnya sangat banyak, ada 15 pintu. Sehingga disitulah korban berjatuhan karena pingsan, terluka dan meninggal dunia. Dari sini, kita yang membaca media dan melihat video kejadian, otomatis ikut sesak dada dan berlinang air mata. Bagaimana semua itu bisa terjadi, korban begitu banyak. Ada anak-anak remaja dan perempuan? Menjadi kewajiban bagi seluruh bangsa Indonesia untuk instropeksi, evaluasi. Ada beberapa yang perlu dikaji. Kesehatan dan Keselamatan Event Besar Jika dalam suatu sistem kerja dikenal dengan istilah K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), maka pastinya ada prosedur Kesehatan dan Keselamatan. Melibatkan semua unsur manusia di tempat yang sama. Ada laki-laki, perempuan, remaja bahkan anak-anak. Tidak hanya K3. Akibat turunnya penonton ke tengah lapangan, bisa juga tiba-tiba terjadi bencana alam, kebakaran, yang tidak akan pernah tahu kapan terjadinya. Apakah semua stakeholder dan panitia penyelenggara siap untuk mengantisipasi ? Terlebih jumlah penonton yang penuh kapasitasnya (pertandingan besar yang ditunggu-tunggu). Dikabarkan, dari kapasitas stadion Kanjuruhan berjumlah 30.000 penonton (Wikipedia Indonesia diakses 6 Oktober 2022), panitia mencetak undangan sebanyak 42.000 tiket. Setiap K3 pasti ada SOPnya (Standar Operasional Prosedur), begitu juga dengan pertandingan sepakbola. Menurut ketetapan organisasi yang menaungi persebakbolaan dunia maupun Indonesia. Selain SOP terhadap kemungkinan bahaya keributan, yang timbul, bagaimana SOP terhadap pertolongan pertama pada kecelakaan? Bagaimana kesiapan dan ketersediaan fasilitas kesehatan, terutama untuk pertolongan emergency, apakah sudah siap tersedia plus personil yang standby? Bagaimana juga dengan kesiapan emergency exit, bila terjadi sesuatu hal yang diluar perkiraan? Briefing Ajang persebakbolaaan, merupakan hal besar yang ditunggu-tunggu dari dua kesebelasan terkenal. Mempunyai fans yang sangat fanatik dan antusias. Berlaga di stadion Kanjuruhan, di kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang Jawa Timur (kurang lebih 23 km dari Kota Malang). Untuk diketahui, Malang Raya ada Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Mayoritas penonton dari ketiga wilayah tersebut. Dari lintas geografis, kedatangan penonton sangat memerlukan Koordinasi, Komunikasi, Kolaborasi (K3 juga) dari berbagai stakeholder. Baik itu panitia, keamanan, kesehatan, pihak sponsor, manajemen dan juga penonton, terutama terkait SOP. Seharusnya briefing kontinyu dan terus-menerus dilakukan dalam mengawal pertandingan. Sehingga semua unsur memahami bagaimana penanganan atau mitigasi jika terjadi A, B, C, D dan seterusnya. Semangat K3, untuk mengantisipasi, preventif dilakukan terhadap kemungkinan resiko. Agar tercipta situasi aman, nyaman dan sehat bagi penonton. Terutama bagi anak-anak, remaja dan perempuan. Bukan semangat untuk destroy solutif, karena penonton arema itu bukan enemy. Tetapi saudara kita sendiri, penduduk yang harus diayomi dan dilindungi. Jika briefing benar benar dilakukan, tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Terlepas itu semua memang sudah suratan takdir, semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik di surga-Nya bagi yang telah meninggal dunia, dan semoga Allah SWT segera memberikan kesembuhan bagi yang cidera. Keluarga korban diberikan kesabaran, keikhlasan. Aamiin YRA. Edukasi Penonton Edukasi pihak-pihak yang berwenang terhadap berbagai kategori penonton mungkin telah dilakukan. Bagi penonton yang masuk club Aremania dan Aremanita, mungkin telah sering diedukasi. Tetapi bagaimana jika penonton apalagi anak-anak, remaja dan kaum perempuan yang dari masyarakat umum. Belum atau tidak masuk club penggemar? Mereka menonton memang bertujuan sebagai hiburan saja dan pembelajaran bagi putra-putrinya tentang pertandingan sepakbola klub besar, secara langsung di lapangan. Apakah tahu bagaimana cara pertolongan pertama pada peristiwa keributan, bencana alam, bagaimana menempuh emergency exit, dan sebagainya dalam suatu stadion olahraga? Diperlukan sosialisasi, di berbagai wahana media (sehingga bisa luas diakses). Baik wahana online maupun offline, sehingga minimal bisa mandiri melakukan pertolongan pertama jika terjadi sesuatu. Tidak panik, tidak ikut brutal pada kondisi yang bisa memicunya. Penting dilakukan edukasi identitas pengenal. Sehingga jika terjadi terpisah dengan teman, keluarga (kasus paling ringan), panitia atau siapapun yang bertanggung jawab, mudah untuk menolongnya. Jika memang membawa ID Card adalah sesuatu yang sensitif. Karena pertimbangan keamanan disebabkan dukungan terhadap kesebelasan lain. Langkah yang ditempuh bisa dengan menuliskan nama dan nomor kontak pribadi, nomor kontak keluarga yang bisa dihubungi, ditaruh di dalam saku atau dompet. Momentum Pertandingan tersebut sebenarnya sudah homogen pendukungnya, tidak ada pendukung dari pihak lain. Tidak ada Singo Edan (baca : ongisnade) vs Bonek (bondho nekat). Lalu kenapa penonton yang homogen, yang turun ke lapangan dihalau dengan berlebihan? Termasuk penonton yang sedang ada di tribun, padalah pintu-pintu keluar belum dibuka? Hanya satu pintu terbuka diantara banyak pintu, Dalam kondisi kasus tertentu, mengumpulkan penonton di tengah lapangan (setelah pemain diamankan), adalah salah satu prosedur untuk menangani/mitigasi suatu kejadian. Pada saat pertandingan selesai, kenapa pintu keluar masih tertutup? Barangkali sesaat sebelum pertandingan selesai, pintu seharusnya terbuka/mudah dibuka. Agar penonton mudah mengakses untuk segera keluar dan pulang terlebih dahulu. Dan adakah personil/petugas yang standby di pintu-pintu tersebut? Semua pihak berduka pihak tanpa terkecuali. Juga bagi fans club yang selama ini membela dan dari kedua fans club yang selama ini ‘bermusuhan’. Tragedi ini, menjadi momentum saling bersimpati, berempati, terhadap para korban. Bagi semua pendukung, ini momentum. Bahwa pertandingan sepakbola ditempatkan sebagai hiburan, pembelajaran kepada keluarga dan putra-putri untuk menonton langsung..Kalau boleh dianalogikan, seperti mengajak putra putri kita ke restauran steak meat, fast food. Supaya mengenal dan ada pembelajaran, selain juga (rekreasi, refreshing, healing). Kehadiran Negara, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI) dan unsur masyarakat seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dalam memberikan simpati empati sangat ditunggu. Kita renungkan bersama apa yang terjadi di negara tercinta Indonesia. Baru saja di masa pandemi Covid, sudah kehilangan banyak penduduk Indonesia sekitar 158.000 jiwa meninggal dunia (Dari JHU CSSE COVID-19 Data Terakhir diperbarui 5 Oktober 2022). Sekarang, kita kehilangan lagi penduduk Indonesia sekitar 131 orang (Data Dinkes Kab Malang di Kompas.com, 4 Oktober 2022). Diantaranya anak-anak, remaja dan perempuan. Mereka itu pemegang estafet keberlangsungan bangsa. Semoga tidak akan pernah terjadi lagi, Indonesia dan bumi persepakbolaan dunia. Penulis : Dr Emma Budi Sulistiarini ST MT Dosen Universitas Widyagama Malang dan Koordinator Presidium Forhati Kota Malang.

memorandum.co.id tidak bertanggung jawab atas isi opini. Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti yang diatur dalam UU ITE -

Tags :
Kategori :

Terkait