Putusan Ayodhya

Selasa 12-11-2019,07:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh: Dahlan Iskan Satu masjid. Ribuan orang tewas. Entah masih akan berapa ribu lagi. Tergantung apa yang akan terjadi berikutnya. Setelah ada putusan mahkamah agung Sabtu kemarin. Ini bukan sembarang masjid: Masjid di Ayodhya, sekitar 500 km di timur New Delhi. Juga disebut Masjid Babri. Yang sejarahnya begitu panjang. Yang menyimpan dendam begitu dalam. Masjid itu dibangun pada 1562. Ketika belum ada negara bernama India. Atau Pakistan. Pun Indonesia. Yang ada adalah jajahan Inggris dan Belanda. Mulai dari tanah Arab sampai Papua. Sebelum Inggris datang berbagai kerajaan saling menaklukkan. Di tahun 1500-an kekuasaan itu takluk ke kekhalifahan Moghul. Islam pun berkuasa di sana. Hampir bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit. Mulai saat itu Ayodhya menjadi bagian dari kerajaan Moghul. Seperti juga wilayah Majapahit yang Hindu jatuh ke kerajaan Islam di Demak, dekat Semarang. Masjid di Demak dan sekitarnya berdiri megah. Tapi unik. Bahkan masjid di Kudus dibangun dengan gerbang khusus: mirip pura Hindu. Dan masjid Demak menggunakan arsitektur adat Jawa: joglo. Jauh nun di Ayodhya dibangun juga masjid. Besar sekali. Indah. Pakai kubah besar-besar. Bukan kubahnya itu yang menyimpan dendam. Tapi lokasinya. Di lokasi itu, menurut cerita tutur setempat, dulunya pura Hindu. Keberadaan masjid itu pun lama-lama eksis. Dan abadi. Kalau kekhalifahan Moghul tidak runtuh. Tapi kekuasaan punya expired-nya sendiri-sendiri. Pun kerajaan, republik, kesultanan, dan kekhalifahan. Setelah Moghul runtuh masjid itu tetap bertahan. Awalnya pemeluk Islam di wilayah itu juga masih mayoritas. Tidak ada masalah. Selama masa penjajahan Inggris pun aman. Meski mulai kurang aman. Zaman terus berubah. Di tahun 1947 Inggris setuju meninggalkan jajahannya. Dua tahun sebelum Belanda setuju atas kemerdekaan Indonesia. Rakyat kawasan itu memang terus menentang penjajahan. Di masa perjuangan kemerdekaan itulah sikap revolusioner meningkat. Pun meski tidak ada kopi revolusi di sana. Mulailah pembicaraan soal identitas bangsa muncul. Misalnya, kawasan itu akan menjadi negara merdeka seperti apa. Golongan Hindu minta menjadi negara Hindu. Golongan Islam minta jadi negara Islam. Perasaan saling bermusuhan pun muncul. Tokoh kemerdekaan seperti Mahatma Gandhi sampai dibunuh orang Hindu sendiri. Dari kelompok radikal kanan luar: RSS. Itu karena Gandhi terus meyakinkan umat Hindu untuk tidak memusuhi orang Islam. Sampai dianggap terlalu pro Islam. Sejarah akhirnya mencatat: Bharata Yudha harus terjadi. Pun seberapa kuat Batara Kresna berusaha mencegahnya. Akhirnya bekas jajahan Inggris itu merdeka dalam wujud dua negara: India dan Pakistan. India menjadi negara sekuler. Pakistan menjadi negara Islam. Terjadilah saling usir dalam jumlah yang mengerikan. Puluhan juta orang mengungsi. Yang Islam mengungsi ke Pakistan. Yang Hindu mengungsi ke India. Itulah tragedi kemerdekaan terbesar dalam sejarah. Jutaan orang meninggal bukan karena melawan penjajah. Di Ayodhya pun terjadi perubahan besar. Penganut Hindu kian dominan. Masjid itu jadi sasaran. Pernah di dalam masjid itu diletakkan patung Rama. Tepat di bawah kubah. Kerusuhan pun terjadi berulang-ulang. Pernah juga lokasi masjid itu dibelah. Untuk masing-masing umat. Di tahun 1949 sengketa itu masuk pengadilan. Saat itu umat Islam sudah tidak bisa salat di situ. Umat Hindu juga tidak bisa beribadah di situ. Bahkan di tahun 1992 terjadi demo besar-besaran. Oleh umat Hindu. Mengepung masjid yang sudah bertahun-tahun tidak boleh dipakai itu. Masa lantas merobohkannya. Terjadilah perang agama. Tidak hanya di Ayodhya. Juga di kota-kota lain di India. Lebih 2.000 orang meninggal dunia. Kekuasaan memang sudah tidak sama lagi. Apalagi sekarang. Di tengah gejolak itu sidang di pengadilannya terus berproses. Termehek-mehek. Bisa dibayangkan betapa tegang di setiap sidangnya. Yang Hindu terus mengumpulkan bukti bahwa di situ dulu adalah pura. Bahkan di situlah Dewa Wishnu lahir. Yang Islam terus menunjukkan bukti kepemilikannya secara hukum. Pernah ada putusan pengadilan begini: tanah 1,1 hektar itu dibagi dua. Tidak juga bisa diterima. Oleh kedua belah pihak. Yang awal menyengketakan ini pun sudah banyak yang meninggal dunia. Di kedua belah pihak. Perkara masjid ini tercatat sebagai proses pengadilan terpanjang. Sidang pertamanya tahun 1949. Sidang terakhirnya Jumat kemarin --8 Nopember 2019. Selama 70 tahun. Kalau di Indonesia bisa-bisa belum selesai juga. Kan masih ada proses PK --peninjauan kembali. Yang tidak puas masih bisa mengajukan PK. Bunyi putusan Mahkamah Agung India kemarin itu adalah: lokasi itu untuk dibangun pura Hindu. Putusan lain: Pemerintah wajib membeli tanah yang sama strategisnya untuk membangun masjid baru. Adil? Tergantung para pihak. Masih akan ada persoalan berikutnya. Di pihak Hindu ada tiga aliran yang ikut memperebutkannya. Di pihak Islam tergantung sikap Badan Wakaf Sunni India. Yang golongan Syiah sudah pasti bisa menerima putusan itu. Sejak dulu sikapnya begitu. Satu putusan untuk sidang 70 tahun. Untuk satu rumah ibadah.(*)

Tags :
Kategori :

Terkait