Marak Kasus Kekerasan Seksual Anak, Hukuman Maksimal Perlu Diterapkan

Jumat 22-07-2022,19:14 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Surabaya, memorandum.co.id - Belakangan ini marak  aksi pelecehan dan kekerasan seksual, khususnya terhadap korban anak di bawah usia. Kondisi ini menjadi perhatian serius Ketua Bidang Data, Komunikasi dan Litbang Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, M Isa Anshori. "Saya melihat maraknya aksi kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai akibat dari masih lemahnya pengawasan dan pencegahan," tegas Isa Anshori, Jumat (22/7/2022) Berdasarkan data yang dihimpun oleh LPA Jatim pada 2020, ada sebanyak 66 kasus kekerasan seksual. Pada 2021 ada 363 kekerasan pada anak  dan 112 adalah kekerasan seksual. Pada 2022, dari  Januari sampai Juli ada 112 kekerasan anak dan dari jumlah itu ada  38 kekerasan seksual. "Data menunjukkan bahwa sampai pertengahan tahun sampai bulan juli, ada 112. Serta sekitarnya 37 persennya adalah kekerasn seksual," kata dia. Isa Anshori menegaskan mirisnya, aksi pelecehan seksual dilakukan di lingkungan lembaga pendidikan. Bahkan rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal  ternyaman. "Yang memprihatinkan lagi adalah sekolah dan rumah menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual," ujarnya. Bahkan mencuatnya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan lembaga pendidikan seperti di pondok pesantren Shiddiqiyyah di Jombang, kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Kendati demikian lembaga pendidikan sebagai lembaga yang mengajarkan moralitas, maka perlu pelaku kekerasan seksual harus dibuat jera dengan hukuman yang maksimal. "Hukuman maksimal menjadi penting, karena selama ini jarang diterapkan," jelasnya. Isa menambahkan pentingnya juga sosialisasi tentang kesehatan reproduksi kepada semua. "Sosialisasi tentang kesehatan reproduksi kepada semua, terutama kepada orang tua, guru dan anak anak menjadi penting," paparnya. Lanjut Isa, seringkali korban kekerasan seksual enggan untuk melaporkan ke pihak berwajib. Hal itu karena korban menanggung beban berat jika melapor. "Pelaku kekerasan seksual biasanya orang dekat, sehingga ini dianggap aib," ungkapnya. Sedangkan terkait wacana dalam salah satu penambahan poin RUU Perlindungan Anak untuk memiskinkan pelaku. Dengan cara memberikan santunan kepada korban agar mampu secara emosional dan ekonomi sampai dewasa, menurutnya itu untuk restutisi. "Ya itu sebagai restutisi," tuntas Isa yang juga anggota Dewan Pendidikan Jatim ini. (alf)

Tags :
Kategori :

Terkait