Namanya sebut saja Cinta. Dia menggendong seorang baby berusia 8-9 bulanan saat duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Cinta lahir 23 tahun lalu dan sudah yatim piatu lima tahun kemudian. Dia sempat diasuh keluarga paman, tapi akhirnya di kos-kosan yang masih famili di kawasan Pagesangan. Cinta kuliah di universitas swasta semester akhir. Tempat kosnya dijaga pasangan suami-istri muda. Namanya sebut saja Toni dan Nia. Mereka pasangan yang sangat serasi. Harmonis. Sayang, sejak menikah enam tahun silam, mereka belum dikaruniai momongan. Nia sering gelisah. Berbagai upaya nonmedis sudah dilakukan, tapi tidak ada satu pun yang membawa hasil. Hal ini terpaksa dilakukan meski Toni mengaku tidak percaya 100 persen. Sebelumnya upaya medis pun sudah diperjuangkan. Secara maksimal dan habis-habisan. Sebenarnya keduanya sama-sama subur. Hanya, rahim Nia tidak bisa berfungsi. Kata dokter, ada kelainan yang tidak dapat diperbaiki. Karena itu, program bayi tabung pun tidak akan bisa berhasil. “Sebenarnya sih masih ada jalan lain. Tapi kemungkinannya sangat kecil,” tutur Nia kepada Cinta pada suatu kesempatan, seperti ditirukan Cinta. “Apa itu?” “Meminjam rahim orang lain,” kata Nia. “Maksud Mbak?” “Seperti bayi tabung. Tapi setelah sel telurku berhasil dibuahi sperma Mas Toni, dan sudah pada fase siap, lalu dipindahkan ke rahim. Masalahnya, adakah wanita yang bersedia meminjamkan rahimnya untuk kami?” kata Nia. “Sampai melahirkan, Mbak?” Nia tidak menjawab. Malah menggigit bibir sambil mengangguk. Suasana hening. “Tidak mungkin kan?” tanyanya sambil tengadah dan menatap mata Cinta. Gadis itu tidak kuasa membalas tatapan Nia yang seperti jurang tak berdasar. Gelap dan senyap. Suasana kembali hening. “Kalau ada yang mau, Mbak?” “Tidak mungkin,” tuturnya, “Andai ada yang mau, aku rela memberikan separuh kekayaan kami untuknya.” Mendengar itu, Cinta sempat kaget. Separuh kekayaan Toni dan Nia? Itu berarti sedikitnya satu rumah, satu mobil, dan dua kos-kosan. Sebab, mereka memiliki tiga rumah, dua mobil, dan lima kos-kosan. Entah dapat kekuatan dari mana, bibir Cinta spontan berucap, “Aku mau, Mbak.” Tentu kebersediaan Cinta meminjamkan rahim disambut gembira Toni dan Nia. Mereka lantas menyusun skenario agar bayi di rahim Cinta nanti terkesan benar-benar dikandung dan dilahirkan Nia. (jos, bersambung) Kisah Cinta yang Yatim Piatu sejak Balita (1) Tak Bisa Hamil, Pinjam Rahim Perempuan Lain Namanya sebut saja Cinta. Dia menggendong seorang baby berusia 8-9 bulanan saat duduk di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Cinta lahir 23 tahun lalu dan sudah yatim piatu lima tahun kemudian. Dia sempat diasuh keluarga paman, tapi akhirnya di kos-kosan yang masih famili si kawasan Pagesangan. Cinta kuliah di universitas swasta semester akhir. Tempat kosnya dijaga pasangan suami-istri muda. Namanya sebut saja Toni dan Nia. Mereka pasangan yang sangat serasi. Harmonis. Sayang, sejak menikah enam tahun silam, mereka belum dikaruniai momongan. Nia sering gelisah. Berbagai upaya nonmedis sudah dilakukan, tapi tidak ada satu pun yang membawa hasil. Hal ini terpaksa dilakukan meski Toni mengaku tidak percaya 100 persen. Sebelumnya upaya medis pun sudah diperjuangkan. Secara maksimal dan habis-habisan. Sebenarnya keduanya sama-sama subur. Hanya, rahim Nia tidak bisa berfungsi. Kata dokter, ada kelainan yang tidak dapat diperbaiki. Karena itu, program bayi tabung pun tidak akan bisa berhasil. “Sebenarnya sih masih ada jalan lain. Tapi kemungkinannya sangat kecil,” tutur Nia kepada Cinta pada suatu kesematan, seperti ditirukan Cinta. “Apa itu?” “Meminjam rahim orang lain,” kata Nia. “Maksud Mbak?” “Seperti bayi tabung. Tapi setelah sel telurku berhasil dibuahi sperma Mas Toni, dan sudah pada fase siap, lalu dipindahkan ke rahim. Masalahnya, adakah wanita yang bersedia meminjamkan rahimnya untuk kami?” kata Nia. “Sampai melahirkan, Mbak?” Nia tidak menjawab. Malah menggigit bibir sambil mengangguk. Suasana hening. “Tidak mungkin kan?” tanyanya sambil tengadah dan menatap mata Cinta. Gadis itu tidak kuasa membalas tatapan Nia yang seperti jurang tak berdasar. Gelap dan senyap. Suasana kembali hening. “Kalau ada yang mau, Mbak?” “Tidak mungkin,” tuturnya, “Andai ada yang mau, aku rela memberikan separuh kekayaan kami untuknya.” Mendengar itu, Cinta sempat kaget. Separuh kekayaan Toni dan Nia? Itu berarti sedikitnya satu rumah, satu mobil, dan dua kos-kosan. Sebab, mereka memiliki tiga rumah, dua mobil, dan lima kos-kosan. Entah dapat kekuatan dari mana, bibir Cinta spontan berucap, “Aku mau, Mbak.” Tentu kebersediaan Cinta meminjamkan rahim disambut gembira Toni dan Nia. Mereka lantas menyusun skenario agar bayi di rahim Cinta nanti terkesan benar-benar dikandung dan dilahirkan Nia. (jos, bersambung)
Kisah Cinta yang Yatim Piatu sejak Balita (1)
Selasa 19-07-2022,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi
Tags :
Kategori :
Terkait
Terpopuler
Kamis 12-12-2024,17:21 WIB
Timnas Indonesia Vs Laos di Piala AFF 2024, Catatan Apik Skuad Garuda
Kamis 12-12-2024,13:04 WIB
Viral! Pria Cubiti Paha Bocah Berkali-kali di Surabaya
Kamis 12-12-2024,18:38 WIB
Pulang Dukung Persebaya, Bonek Meregang Nyawa
Rabu 11-12-2024,21:48 WIB
Tinjau Banjir di Jombang, Anggota Komisi VI DPR RI Salurkan Bantuan untuk Warga
Rabu 11-12-2024,22:05 WIB
4.000 Hektare Lebih Hutan di Kabupaten Blitar Terancam Jatuh ke Tangan Investor
Terkini
Kamis 12-12-2024,20:00 WIB
Telan Triliunan, Mantan Ketum KONI Jatim Sebut PON Hanya Gengsi Bukan Prestasi
Kamis 12-12-2024,19:50 WIB
Kejar Keuntungan Rp 500 Ribu, Supeltas Jajakan Narkotika
Kamis 12-12-2024,19:38 WIB
Jadi Biang Kerok Kemacetan, Satpol PP Gresik Tertibkan PKL di Trotoar Jalanan Kota
Kamis 12-12-2024,19:31 WIB
Persiapkan Nataru, Jalan Tol Probowangi Segmen Gending-Kraksaan segera Dibuka Gratis
Kamis 12-12-2024,19:19 WIB