Tua-Tua Keladi, Sudah Lansia kok Pingin Rabi (3-habis)

Senin 13-06-2022,10:00 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Lamaran Menegangkan Jelang Tengah Malam

Karena Bandi tidak segera menjawab, Sulkan akhirnya diam. Cukup lama, sebelum lansia tersebut pelan-pelan berdiri dan beranjak masuk kamar. Bandi tertegun. Bukan tidak mau menjawab permintaan ayahnya, namun dia tidak tahu bagaimana harus memulai jawabannya. Bandi hanya bisa memandang ayahnya ditelan pintu kamar yang pelan-pelan tertutup. Bandi ingin mengejar ayahnya masuk kamar, tapi langkahnya dia rasakan sangat berat. Dia masih ragu. Bandi belum bisa memercayai kenyataan yang sedang dia hadapi. Di satu sisi, dia ingin membahagiakan ayahnya dengan cara apa pun, dengan pertimbangan sebagai balas budi seorang anak. “Aku tidak mungkin bisa membalas budi orang tua dengan layak. Masak permintaan sesederhana ini tidak bisa aku wujudkan?” kata Bandi. Di sisi lain, dia ingin tahu tanggapan Bik Ningsih terlebih dulu sebelum memberikan jawaban yang pasti kepada ayahnya. Bandi tidak ingin orang tua itu kecewa. Terlalu berharap pada mimpi dan harapan. Sebab, siapa tahu Bik Ningsih mempunyai rencana sendiri dalam mengisi sisa-sisa usianya. Tidak menunggu lama, malam itu juga Bandi dan istrinya memanggil Bik Ningsih ke kamar mereka. Waktu itu hampir masuk tengah malam. Pukul 23.56. Buban sendiri yang menjemput Bik Ningsih dari kamarnya. “Kami mau menyampaikan permintaan Ayah. Ini berhubungan dengan Bik Ningsih,” kata Buban. Bik Ningsih termangu, belum ngeh arah pembicaraan juragan yang dia ikuti sejak lima tahun lalu, sejak suami keduanya meninggal. “Nuwun inggih,” jawab Bik Ningsih pelan. Sorot matanya mengandung tanda tanya besar. “Kami ingin melamar Bik Ningih untuk dijadikan istri Ayah,” kata Buban to the point. Bik Ningsih diam. Suasana malam yang sepi semakin terasa senyap. Sepertinya mereka disergap bayangan masing-masing. Cukup lama. Keheningan dan kebekuan malam itu berubah menjadi tegang saat Bika Ningsih mengangkat muka. Ketegangan sangat tampak di wajah perempuan jelang paruh baya itu. “Mohon maaf, seperti Bapak-Ibu pirso, saya baru saja mengawinkan Genduk di desa,” katanya pelan. “Ya. Kami tahu. Lantas?” tanya Buban mengambang. “Ngapunten. Saya minta waktu. Jangan satu-dua bulan ini,” kata Bik Ningsih, lalu kembali diam. “Jadi, Bibik menerima lamaran kami untuk Bapak?” kejar Buban. Bik Ningsih tidak menjawab dengan kata-kata. Hanya ada anggukan kecil, tapi itu sudah cukup melegakan hati Bandi dan Buban. (jos, habis)    
Tags :
Kategori :

Terkait