Sepak Bola dan Pilkada Jawa Timur

Sabtu 02-11-2019,08:09 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Oleh Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Selasa (29/10), Gelora Bung Tomo (GBT) membara. Gelora kebanggaan arek Suroboyo itu rusak akibat amuk suporter bondo nekat (bonek) yang marah. Mereka tersulut emosi karena tim kesayangan mereka Persebaya menelan kekalahan 2-3 dari PSS Sleman. Terlepas dari kepemimpinan pelatih Wolfgang Pikal yang dinilai sebagai biang kekalahan, banyak bonekmania curiga atas hasil pertandingan menyakitkan itu. Suap! Pemain Persebaya kena suap! Bisa jadi itulah yang ada di benak ribuan bonekmania (terutama yang menyaksikan langsung pertandingan di GBT), meski mereka sadar tidak akan bisa membuktikan kebenarannya. Di dunia persepakbolaan, kata suap adalah hal hal biasa. Sudah banyak contohnya. Banyak pula korbannya. Modusnya pun berbagai macam. Dan, suap tidak akan pernah bisa hilang atau dihilangkan dari dunia permainan kulit bundar. Kondisi seperti ini tentu mengancam posisi sepak bola nasional kita. Yang kini mendapat penunjukan sebagai tuan rumah Piala Dunia 2020. Paling tidak, kejadian amuk bonek dan dugaan suap pada laga Persebaya vs PSS Sleman memantik keraguan. Apakah Indonesia (baca: GBT) bisa dan siap menjadi tuan rumah Piala Dunia 2021? Problem lain, belum lama ini PSSI bersih-bersih penjahat pengatur skor. Banyak pelaku ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Tapi, apakah itu juga menjamin sepak bola kita bersih? Belum. Sinyal ini sudah dibaca Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Tanpa teding aling-aling, gubernur perempuan pertama Jawa Timur itu langsung bersikap. Minimal untuk satu persoalan, tempat pertandingan. Stadion Kanjuruhan Malang lebih pas jika akan dijadikan venue Piala Dunia 2020 dibanding GBT. Satu sinyal itu yang (mungkin) bisa menyelesaikan persoalan untuk menambah keyakinan pada FIFA memilih venue di Jawa Timur. Sebab, mulai dari akses jalan menuju GBT, secara kualitas saat ini jauh dikatakan cukup layak. Belum lagi soal bau tak sedap lingkungan GBT yang sangat dekat dengan tumpukan sampah, menambah nilai negatif GBT. Tapi, apakah sinyal gubernur itu tidak berbau politis? Mengingat, tahun depan Kota Surabaya ada pergantian wali kota? Pasti banyak ragam jawabannya. Karena banyak kepentingan pada 2020. Ada sekitar 19 pilkada di Jawa Timur yang tak jauh-jauh juga dari suap dan money politics.(*)

Tags :
Kategori :

Terkait