Perjalanan Biduk Rumah Tangga Lelaki Mbeling (4)

Jumat 20-05-2022,10:11 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

CD-nya Dilorot Sebatas Lutut

Ceritanya, suatu hari dia terlambat datang ke showroom dan kebelet pipis. Maka, begitu sampai, dia bergegas masuk. Berlari menuju kamar kecil di bagian belakang showroom. Tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri Rudi langsung menuju sasaran dan mendorong pintu dengan keras. Tapi bukannya terbuka, tapi malah mendal. Roboh ke arah dirinya. Dia lupa bahwa sehari sebelumnya pintu tersebut rusak. Engselnya jebol. Maka, tampaklah seluruh isi kamar mandi. Rudi terjengkang jatuh dengan punggung terlebih dulu menyentuh lantai. Tapi, bukan itu yang paling dia ingat. Melainkan pemandangan di depannya: Kenanga jongkok dengan rok tersibak ke atas dan CD dilorot sebatas lutut. Rupanya gadis ini sedang pipis ketika pintu kamar kecil roboh. Dugaan ayahnya benar. Wiwid hanya tertunduk diam ketika Rudi mengutarakan niat ingin poligami. Tak terdengar suara apa pun. Lebih dari 30 menit kebersamaan suami-istri ini dikuasai sepi. Dijajah senyap. “Bagaimana?” tanya Rudi kepada Wiwid. Lembut, tapi nadanya setengah memaksa. Wiwid makin tertunduk. Rudi perlahan memegang dagu Wiwid dan mengangkatnya. Tapi, Wiwid tetap mengarahkan pandangan ke lantai. Rudi menarik napas panjang. Dilihatnya kedua mata Wiwid memerah. Menahan merembesnya air mata. Perlahan pula Wiwid mencoba melepaskan rangkulan Rudi dan berjalan menuju kursi meja rias. “Kalau aku berhak menolak, maka aku akan menolak,” ujar Wiwid lirih. “Kalau aku mendesak?” kejar Rudi. Wiwid tidak menjawab. Dia malah berdiri, berjalan ke sisi lain ranjang tempat suaminya duduk. Wiwid langsung merebahkan tubuh dan mengangkat selimut. “Sayang…” tutur Rudi. Wiwid malah menutupkan selimut ke sekujur tubuh. Mulai ujung kaki hingga ujung kepala. Rudi akhirnya ikut berbaring. Cuma berbaring. Turut terjebak sunyi, yang menguasai kamar berukuran empat kali enam meter persegi tersebut. Cukup lama. Lebih dari satu setengah jam. Rudi akhirnya memberanikan diri memeluk Wiwid. Dilingkarkan lengannya ke tubuh sang istri. Tak diduga, Wiwid dengan cepat membalikkan badan. Tengkurap. Masih dalam selimut. “Aku tetap akan menikahi Kenanga.” Sepi. Tak ada respons hingga 20 menit berlalu. “Dengan atau tanpa restumu.” Sepi masih menjalar hingga kembali melewati menit ke-30. “Aku tahu engkau belum tidur. Boleh ya, Yang,” desak Rudi. Sepi bergeming, bertahan sangat lama. Hingga terdengar adan kawitan dari masjid Muhammadiyah di ujung gang. Suaranya mendayu-dayu mengingatkan umat Islam untuk bangun pada sebagian malam untuk salat Tahajud. Selimut Wiwid tersibak. Perempuan pendiam itu melangkah turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi di bagian pojok. Mengguyur tubuh, mandi, dan mengambil wudlu sebelum bersiap di atas sajadah. Mengangkat tangan, bertakbiratul ihram mengawali salat Tahajud. (jos, bersambung)    
Tags :
Kategori :

Terkait