Perjalanan Jiwa Seorang Lelaki Pasca Di-PHK (2)

Senin 11-04-2022,10:10 WIB
Reporter : Agus Supriyadi
Editor : Agus Supriyadi

Perhiasan Istri Ludes untuk Kebutuhan

Waktu terus berjalan, sementara kehidupan terus bergulir. Padahal, perhiasan istri yang selama ini dijual untuk menutupi kebutuhan sehari-hari tinggal sedikit. “Kalau perhiasan sudah benar-benar habis, dari mana kami…” Rudi tampaknya tidak mampu meneruskan kalimat tadi. Kata Rudi, istrinya hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak mungkin diharapkan menjadi pengganti Rudi sebagai tulang punggung keluarga. Dua anak mereka yang masih sekolah juga merupakan tanggung jawab yang tidak bisa diaggap sepele. “Kami sudah dua bulan belum mengangsur cicilan rumah. Mulai bulan depan kami pasti sudah dikejar-kejar petugas bank. Perhiasan istri yang belum dijual hanya yang favorit dia. Kami eman,” kata Rudi. Kalau memang disita bank dan harus dilelang, Rudi hanya bisa pasrah. Hanya, dia berpikir sisa uang hasil lelang yang menjadi hak dia pasti tidak banyak. Mungkin hanya cukup untuk kentrak 2-3 tahun. “Setelah itu, ke mana kami?” tutur Rudi dengan suara nyaris tidak terdengar. Sepi. Sunyi. Senyap. Hanya terdengar pemilik warung berbincang-bincang dengan para pelanggannya yang duduk di dalam. Hanya terdengar gremeng-gremeng dan sesekali suara tawa. Kebanyakan pelanggan warung adalah driver ojol. Mereka berasal dari perusahaan yang berbeda, tapi sangat akrab. “Sebenarnya aku punya solusi,” kata Rudi tiba-tiba. Namun, nada suaranya mengambang. Sepertinya tidak diyakini betul. “Tapi istriku tidak setuju. Bahkan menganggap aku gila,” imbuh Rudi. Sepi. Sunyi. Senyap. Kali ini benar-benar sunyi. Pemilik warung terlihat ngringkesi gelas-gelas kotor, sementara para driver sudah sepi. Memorandum memandangi Rudi. Mau tanya, tapi tidak jadi. Kasihan kalau pertanyaan itu akan makin menekan batinnya. “Aku menyarankan cerai saja kepada istri,” kata Rudi pada akhirnya. Menurut Rudi, setelah bercerai, tentu istrinya, sebut saja Endang, akan lebih bebas bergerak. Termasuk menikah lagi dengan lelaki yang lebih bisa bertanggung jawab dibanding dirinya. Dan, bukan tanpa alasan bila Rudi menyarankan solusi itu. Sekitar delapan bulan yang lalu teman SMA istrinya, sebut saja Sulkan, baru saja ditinggal mati sang istri karena penyakit kanker. “Sulkan itu mantan pacar pertama istri. Orangnya ganteng, gagah, dan kerjanya sangat mapan. Endang sering menyebut-nyebut dia. Terutama saat kami tengkar,” kata Rudi. “Terakhir kami tengkar, dia bahkan berteriak-teriak minta tolong Sulkan. Waktu itu dia nyaris saya tabok karena membanding-bangingkan aku dengan Sulkan,” katanya. (jos, bersambung)  
Tags :
Kategori :

Terkait