Dugaan Korupsi BOP Bojonegoro, Ahli Pidana: Pemeriksaan Harus Bebas Tekanan

Selasa 29-03-2022,20:38 WIB
Reporter : Syaifuddin
Editor : Syaifuddin

Surabaya, memorandum.co.id - Sidang perkara dugaan korupsi pemberian dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) di Kabupaten Bojonegoro kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Shodikin, ketua Forum Komunikasi Pendidikan Alquran (FKPQ) Kabupaten Bojonegoro didudukkan sebagai terdakwa. Pada sidang kali ini, dua ahli dihadirkan oleh tim penasihat hukum terdakwa Shodikin. Mereka adalah M Sholehuddin ahli hukum pidana dan Hufron ahli hukum administrasi. Keduanya memberikan penjelasan keilmuan mereka yang pada intinya dakwaan yang diberikan jaksa penuntut umum (JPU) itu tidak sah. “Dalam pasal 117 KUHAP disebutkan bahwa saksi dan terdakwa diperiksa bebas dari tekanan serta intimidasi,” ucap Sholehuddin, Selasa (29/3). Usai sidang, penasihat hukum terdakwa Pinto Utomo mengatakan, seharusnya kasus kliennya batal demi hukum. Sebab, ditegaskan oleh ahli pidana, kalau pemeriksaan yang dilakukan di bawah tekanan keterangannya tidak bisa dijadikan bukti dalam persidangan. Semua saksi yang dihadirkan dalam persidangan mengaku tertekan saat memberikan keterangan. Bahkan, ada yang mengaku kepalanya akan ditembak. Ada juga saksi lainnya diancam akan digantung kalau tidak mengikuti arahan jaksa penyidik saat itu. "Alat bukti yang sah harus diperoleh secara sah pula dan tidak boleh bertentangan dengan hukum pidana formil dalam hal ini KUHAP. Jika diperoleh dengan menggunakan cara intimidatif, maka tidak dapat dianggap valid. Tentunya tidak dapat dijadikan dasar hakim memutus suatu perkara," urai Pinto Utomo didampingi Johanes Dipa Widjaja. Ada empat kriteria alat bukti yang sah menurut ahli. Pertama valid, kedua relevan, signifikan dan patut dipercaya. “Para saksi itu kan memberikan keterangan di bawah tekanan. Apa keterangan itu bisa dipercaya,” tegas advokat Bojonegoro itu. Terdakwa Sodikin itu bekerja berdasarkan perintah dari pengurus FKPQ wilayah, tentu dalam menjalankan tugasnya sudah ada rambu-rambu yang telah ditetapkan. Juga aturan itu sudah disebar oleh Shodikin ke pengurus FKPQ tingkat kecamatan. “Dalam aturan itu, salah satunya tidak boleh memungut dan mengambil dari sepeserpun dari bantuan covid yang nominalnya Rp 10 juta itu. Jadi, penyaluran bantuan itu harus sesuai dengan peruntukannya. Sehingga, menurut saya kewajiban pak Shodikin sudah selesai,” tegasnya. Pun ia menegaskan kalau kliennya itu tidak pernah menyuruh, memerintah atau malah memaksa, agar para kortan meminta biaya kepada lembaga-lembaga yang mendapatkan bantuan tersebut. “Tidak pernah sekalipun,” tambahnya. Perihal pemeriksaan itu, Pinto menilai pemeriksaannya dianggap tidak sah. Termasuk surat pernyataan yang dipaksa untuk ditandatangani oleh para saksi. Semua pernyataan harusnya tertuang dalam berita acara penyelidikan (BAP). “Tidak serta merta langsung muncul. Melanggar pasal 75 KUHAP juga itu. Jadi, merunut kami itu juga tidak sah,” tandasnya. (jak)

Tags :
Kategori :

Terkait