Surabaya, memorandum.co.id - Kecewa dan sedih campur aduk dalam diri Umar Syarief. Atlet karate yang sudah menyumbang belasan emas bagi Merah Putih di ajang internasional ini dihadapkan pada situasi sulit. Kendati sudah tidak lagi turun berlaga, namun pengalaman dan metode pelatihannya masih berharga bagi Kota Surabaya.
Di kota yang menjadi tempat mengawali karir hingga melegenda sebagai karateka andalan Indonesia itu, Umar Syarief sempat berstatus aparatur sipil negara (ASN). Sebelum surat dari pengambil kebijakan mengubah segalanya. Status ASN Umar Syarief dicabut setelah turun surat pemberhentian dengan hormat!
"Suratnya turun sekitar Desember 2021. Awalnya tidak terpikir kecewa, emosi atau lainnya. Namun setelah saya berpikir sekian lama, kok begini ya sikap pemerintah menghargai atletnya yang mengharumkan nama negara. Saya sudah 20 tahun menyumbangkan tenaga dan pemikiran sebagai atlet karateka. Dari normal sampai tidak normal," sebut Umar Syarief sembari menunjukkan bagian tubuhnya yang sudah mengalami operasi hingga 8 kali selama menjadi atlet.
Dinas pemuda dan olahraga (dispora) menjadi pelabuhan terakhir sejak diangkat jadi ASN Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya pada 2003. Sebelumnya, Umar Syarief sempat ditempatkan di bagian protokoler, umum, hingga kehumasan dan mengalami 2 periode wali kota dari Bambang DH hingga Tri Rismaharini.
Pada 2019, Umar Syarief sempat mengajukan perpindahan ke Kemenpora RI. Kala itu, Menpora Imam Nahrawi punya program prioritas bagi atlet peraih medali emas di Asian Games 2019 diangkat jadi ASN. Karena itu, pengajuan Umar Syarief dipending kendati sudah mendapat rekomendasi dan disposisi dari Wali Kota Surabaya yang pada saat itu dipimpin Tri Rismaharini.
"Bu Risma bahkan sempat mangatakan intinya masih jadi tanggungan Pemkot Surabaya sebelum resmi pindah ke kemenpora setelah ada kasus yang membelit menpora saat itu," sebut Umar Syarief.
Setelah sempat sekian lama tidak ada kejelasan, datang surat pemberhentian dari pemkot. Mengacu pada isi surat, pertimbangannya absensi tidak masuk kerja yang tidak bisa ditolerir. Namun Umar menjelaskan jika hal ini sudah ditanggungnya dengan tidak menerima gaji selama tidak ngantor. Apalagi, dia juga menjadi tim pelatih Jatim di PON Papua.
Umar juga menyayangkan mengapa langkah pemberhentian itu tidak terlebih dahulu dibicarakan secara pribadi. Menurutnya langkah itu tidak adil sebab berarti sama saja negara tidak memikirkan masa depan atlet.
"Alasannya saya tidak masuk. Padahal saya tidak masuk pun juga sudah tidak dapat gaji. Tapi kan itu bagian penghargaan dari pemerintah," ungkapnya.
Padahal dengan turunnya surat itu, sekitar tiga minggu berselang, kemenpora kembali merespons surat pengajuan. Salah satu syaratnya, segera melengkapi berkas dokumen yang dipersyaratkan. Tak urung, hal itu jadi dilema sehingga Umar berniat menemui menpora saat ini.
Umar yang sudah meraih12 emas di ajang SEA Games ini berhadap masih ada upaya dari pemerintah untuk memberikan keputusan terbaik bagi masa depan atlet.
"Saya berharap, jangan sampai ada lagi Umar-Umar lain yang bernasib seperti saya," keluhnya.(epe)