Oleh : Nur Suci, dosen UHW Surabaya
Era digitalisasi yang berkembang terus membawa kemudahan-kemudahan bagi dunia usaha dan masyarakat tentunya. Salah satu dampak perkembangan tersebut adalah kemudahan berupa pinjaman online (Pinjol). Pinjaman online termasuk bentuk atau merupakan bagian dari financial technologi (Fintech) baru, dimana melakukan pinjaman dengan persyaratan dan ketentua administrasi yang lebih mudah dan flesibel apabila dibandingkan dengan lembaga keuangan seperti misalnya bank.
Kehadiran Pinjol, bagi individu yang membutuhkan dana untuk kepentingan yang mendesak, dirasa menguntungkan akibat faktor kemudahan dibanding kalau pinjam di bank (pendapat dari beberapa yang sudah meminjam di Pinjol). Berdasarkan dari sisi bidang usahanya yaitu memberikan pinjama kredit kepasa masyarakat, maka antara bank dan pinjol dapat dikatakan memiliki kesamaan. Namun tatkala kita tengok kembali definisi dari bank menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sementara Pinjol tidak dapat disebut sebagai bank, hal ini disebabkan Pinjol tidak menghimpun dana berasal dari masyarakat. Namun Pinjol meminjamkan dana dalam hal ini uang kepada penerima pinjaman (Peminjam/debitur) dananya berasal dari penyelenggara Pinjol itu sendiri.
Bukan tanpa sebab kalau pertumbuhan bisnis fintech lending tumbuh pesat dan cepat, hal ini dapat dilihat dari perolehan returnnya. Menurut data Statistik Fintech Lending Periode Nopember dan Desember 2021 (Data Otoritas Jasa Keuangan/OJK)sebagai berikut :
Keterangan |
Nopember 2021 |
Desember 2021 |
Total Outstanding Pinjaman (Perseorangan) |
Rp. 24.301,44 miliar |
Rp. 24.888,52 miliar |
Jumlah rekening Penerima Pinjaman Aktif (Perseorangan) |
20.874.456 |
17.287.241 |
ROA |
6,39% |
5,14% |
ROE |
10,85% |
8,48% |