Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya
Cukup lama Dono menunggu Rina mau menemui. Namun, ada saja alasannya untuk menghindar. Yang pusinglah. Yang banyak tugaslah, Yang sedang bete dan ingin menyendirilah. Dll. Dsb. Dst.
“Aku ragu apakah Kakak benar-benar mau menjadikan aku sebagai pasangan,” kata Rina setelah mereka bertemu.
“Aku serius.”
“Apa pun keadaanku?”
“Apa pun.”
Rina melelehkan air mata. “Karena Kakak belum tahu siapa aku yang sebenarnya. Andai tahu, tak mungkin…” tiba-tiba Dono membungkam mulut Rina dan berkata, “Jangan diteruskan. Pokoknya aku serius ingin menjadikan Rina sebagai pacar dan istri.”
Dono kemudian mengajak Rina berjanji tidak bakalan menengok ke belakang dan membicarakan masa lalu. Rina setuju. “Aku merasakan bahwa dia memiliki masa lalu yang cukup kelam. Tapi aku nggak peduli. Aku sangat menyayangi dia,” kata Dono sambil menyusuri jalan yang pernah diberi nama Deandels itu.
Menurut Dono, dia tidak pernah mengajak Rina pulang dan memperkenalkan kepada orang tua lantaran ayahnya tidak mengenal berpacaran gaya anak muda zaman now. Alumnus Ponpes Gontor itu hanya memperkenalkan hubungan gaya set-set-wet kepada ketiga anak lelakinya. Kenal, cocok, lamar, nikah. Itulah yang dianut dan dilakoni Dono sebelum mengenal Rina.
Sikap ini berbeda dengan adik keduanya, sebut saja Dani, yang menentang pendapat orang tua. Sejak kelas tiga SMP dia sudah pacaran. Pacarnya, kabarnya, selalu ganti-ganti.
“Saya sendiri tidak pernah kenal dengan pacar-pacar Dani. Sebab, meskipun tidak setuju dengan Abah, Dani tidak pernah mengajak pacarnya ke rumah,” kata Dono.
Akhirnya Dono lulus sarjana ekonomi. Tak lama kemudian dia diterima bekerja di sebuah bank BUMN (badan usaha milik negara).
“Begitu diterima kerja, aku bermain ke rumah Rina dan berkenalan dengan orang tuanya. Sambutan mereka baik,” kata Dono, yang kini ditugaskan di Paciran, Lamongan.
Waktu itu Dono langsung meminang Rina. Pinangan ini sengaja dilakukan sendiri sebelum mengajak orang tua melamar Rina secara resmi. “Kami sepakat lamaran dilakukan secepatnya, disusul akad nikah,” kata Dono.
Seminggu kemudian Dono bersama keluarga melamar Rina. Ada pakde dan bude, ada paklik dan bulik, serta Eyang Putri dari pihak ayah yang masih hidup. Juga kedua saudara Dono.
Ketika rombongan memasuki gerbang kompleks perumahan megah di Madiun, Doni bertanya kepada Dono, “Maaf Kak. Siapa nama calon Kakak?”
“Rina. Kenapa?”
Mendadak Dani menghentakkan badan ke sandaran jok sambil melenguh, “Rina siapa, Kak?” (bersambung)