Jaksa Tolak Bankum Polda Jatim Dampingi Polisi Penganiaya Jurnalis

Rabu 22-09-2021,20:58 WIB
Reporter : Ferry Ardi Setiawan
Editor : Ferry Ardi Setiawan

Surabaya, memorandum.co.id - Purwanto dan Muhammad Firman Subakhi, dua anggota Polri yang terjerat kasus penganiayaan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (22/9/2021). Dua terdakwa yang masih aktif dan saat ini bertugas di Polda Jatim itu, didakwa melanggar empat pasal yaitu UU Pers, pengeroyokan, penganiayaan, dan perbuatan tidak menyenangkan. Mulanya, Nurhadi mendapat tugas peliputan dari Redaktur Tempo, Linda Trianita, untuk melakukan wawancara secara door stop dengan Angin Prayitno Aji (eks Direktur Pemeriksaan Pajak Ditjen Kemenkeu RI). "Wawancara tersebut berkaitan dengan penetapan tersangka Angin Prayitno Aji atas kasus dugaan suap oleh KPK RI," tutur jaksa penuntut umum (JPU) Winarko saat membacakan dakwaannya di PN Surabaya. Penugasan tersebut, sambung Winarko, karena Angin Prayitno Aji sulit dihubungi untuk dikonfirmasi. Oleh karena Angin berada di Surabaya, tepatnya di gedung Bumimoro Samudera untuk menikahkan anaknya, maka Nurhadi ditugaskan. Namun, belum sempat wawancara door stop dengan Angin, Nurhadi sudah diintimidasi oleh kedua terdakwa. Akibat intimidasi tersebut, korban mengalami luka pada bibir, nyeri pada perut, lengan dan jari kaki. "Perbuatan terdakwa sebagaiman diatur dan diancam pidana dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Kedua pasal 170 ayat (1) KUHP atau Ketiga pasal 351 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Keempat pasal 335 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," kata Winarko. Kejadian menarik terjadi sebelum pembacaan dakwaan oleh JPU Winarko. JPU Kejati Jatim itu menghampiri majelis hakim yang diketuai Mohamad Basir. Winarko menyatakan menolak kehadiran tim Bantuan Hukum (Bankum) Polda Jatim yang duduk di kursi persidangan dan menjadi pengacara kedua terdakwa. "Kalau polisi menjadi advokat tidak bisa, hanya pendampingan saja. Bankum dari Polri sifatnya hanya pendampingan saja dan tidak bisa jadi advokat karena masih sebagai aparatur sipil negara. Hal ini sesuai peraturan dan perundangan yang yang mengatur tentang advokad dan keputusan Mahkamah Agung tahun 1987," jelas JPU Winarko. Atas sikap penolakan itu, ketua majelis hakim pun menyetujuinya. Namun, Hakim Basir masih memperbolehkan Bankum Polri untuk duduk di kursi persidangan dalam sidang pertama hanya sebagai pendengar saat jaksa membacakan dakwaan. Untuk persidangan selanjutnya, pendampingan, Bankum harus duduk di kursi pengunjung bukan ditempat duduk untuk advokat. "Kalau dari AL itu bisa beracara sebagai advokat mendampingi anggota atau keluarga anggota karena sudah ada keputusan panglima dan penetapan MA serta peraturan pemerintah tahun 1987. Di muka persidangan hanya persidangan saja," tegas Hakim Basir. Usai sidang, saat dikonfirmasi terkait penolakan tersebut, Winarko mengatakan bahwa Bankum polisi hanya bisa pendampingan hukum dan tidak bisa jadi advokat karena masih sebagai ASN tertentu atau pegawai dari instansi negara. "Jaksa saja yang merupakan pengacara negara, tidak bisa mendampingi anggotanya dalam perkara pidana karena juga merupakan ASN atau lembaga hukum tertentu," terangnya. Menurutnya, untuk menjadi seorang advokat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Sedangkan terkait kewenangan aparat penegak hukum itu berdiri sendiri-sendiri. "Jadi punya syarat-syarat sendiri- sendiri yang harus dipenuhi, diatur dalam undang undang kok, tidak bisa campur aduk begitu," tandasnya. (mg-5/fer)

Tags :
Kategori :

Terkait